MAKASSAR, inspirasinusantara.id- Di bawah rimbunnya kanopi raksasa yang memayungi jalanan kampus Universitas Hasanuddin, Tamalanrea, udara Makassar yang biasanya menyengat mendadak berubah sejuk. Di sela-sela akar besar yang mencengkeram bumi di sepanjang jalur utama hingga pelataran fakultas, tanah tampak tetap stabil dan mampu menampung curah hujan tinggi yang kerap melanda di penghujung tahun 2025.
Pohon-pohon trembesi ini bukan sekadar identitas estetika bagi Unhas, melainkan mesin hidrologi alami yang bekerja dalam diam. Berdasarkan data teknis botani, satu pohon Trembesi (Albizia saman) dewasa mampu menyerap hingga 900 liter air setiap harinya. Kapasitas masif ini berdampak langsung pada kemampuan lahan kampus dalam mengelola air hujan, menjadikannya zona penyangga lingkungan yang krusial untuk mencegah banjir di wilayah sekitarnya.
Dampak nyata dari rahasia akar Trembesi terletak pada struktur serabutnya yang meluas dan mendalam. Akar tersebut secara mekanis bekerja membuka pori-pori tanah, menciptakan sistem infiltrasi yang memaksa air hujan meresap langsung ke lapisan akuifer terdalam. Proses alami ini memastikan bahwa air hujan tidak tertahan di permukaan sebagai limpasan yang memicu genangan, melainkan diubah menjadi cadangan air tanah yang berharga.
Keunggulan Unhas sebagai kampus hijau juga diperkuat oleh keberadaan spesies pendukung seperti Beringin (Ficus benjamina) dan Aren (Arenga pinnata). Sementara Trembesi fokus pada penyerapan air dalam jumlah besar, akar tunggang Beringin berperan mengunci stabilitas struktur tanah di area kemiringan kampus. Di sisi lain, pohon Aren berkontribusi menjaga kelembapan ekosistem, memastikan kawasan Tamalanrea tetap memiliki sumber air yang melimpah bahkan saat musim kemarau tiba.
Secara substansial, hutan Trembesi di lingkungan Unhas memberikan dampak ekonomi dan infrastruktur bagi tata ruang kota Makassar. Kanopi lebarnya berfungsi memecah energi jatuh air hujan, sehingga mencegah erosi tanah yang biasanya menjadi penyebab utama pendangkalan saluran drainase akibat sedimen lumpur. Hal ini secara otomatis mengurangi beban kerja infrastruktur buatan manusia dan menekan biaya pemeliharaan kanal di sekitar wilayah kampus.
Keberadaan ribuan pohon Trembesi ini menjadi bukti bahwa solusi banjir paling efektif tidak selalu berupa konstruksi beton, melainkan teknologi biologis yang berkelanjutan. Transformasi kampus menjadi hutan kota ini memberikan pesan kuat bagi perencanaan pembangunan masa depan bahwa investasi pada vegetasi berdaya serap tinggi adalah kunci utama dalam menghadapi tantangan perubahan iklim.
Saat wilayah perkotaan lainnya mulai terancam oleh luapan air, rimbunnya Trembesi di Universitas Hasanuddin tetap berdiri sebagai pelindung alami. Pohon-pohon ini terus bekerja menyerap ratusan liter air per hari, memastikan keseimbangan hidrologi tetap terjaga sekaligus memberi ruang bagi bumi untuk tetap bernapas di tengah desakan pembangunan.(rtn/IN)