Inspirasinusantara.id – Sulawesi Selatan menyimpan lebih dari sekadar keindahan alam—ia menyimpan jejak cerita yang hidup di antara tebing, laut, dan gunung. Beberapa tempat wisata di provinsi ini bukan hanya memanjakan mata, tetapi juga menggetarkan hati lewat kisah-kisah yang diwariskan secara turun-temurun.
Setiap tempat wisata yang berakar dari legenda membawa kita lebih dalam, mengajak untuk tak sekadar berkunjung, tetapi juga merenung. Di balik pemandangan tenang, sering kali tersembunyi cerita tentang cinta, kutukan, atau perlawanan yang membentuk identitas lokal.
Keunikan tempat wisata di Sulawesi Selatan terletak pada perpaduan antara alam dan narasi rakyat. Tak jarang, sebuah goa, gunung, atau tanjung menjadi saksi dari drama manusia yang melintasi waktu dan berubah menjadi warisan budaya.
Melalui cerita-cerita yang terus hidup di lisan masyarakat, tempat wisata ini menjadi ruang bagi memori kolektif. Mereka bukan hanya destinasi, tapi juga museum terbuka yang menyimpan emosi, moral, dan makna dalam setiap langkah perjalanan.
Dari kutukan yang membatu, cinta yang membekas jadi gunung, hingga benteng perjuangan yang melawan penjajah, berikut 4 tempat wisata yang menyimpan legenda, dan masih hidup di antara kita :
1. Tempat Wisata Tanjung Palette
Terletak hanya 15 menit dari pusat Kota Watampone, Tanjung Palette kini dikenal sebagai tempat piknik keluarga dan wisata air kolam. Tapi jauh sebelum menjadi tempat liburan, Palette adalah arena eksekusi adat.
Konon, Palette adalah tempat “Mallabu Tau”—ritual adat Bugis di masa lalu, di mana pelaku pelanggaran berat, terutama perselingkuhan, ditenggelamkan sebagai bentuk penghukuman. Orang-orang yang telah menikah namun berselingkuh akan diikat bersama dan ditenggelamkan ke laut.
Kini, di antara hijaunya bukit dan semilir angin dari Teluk Bone, riak air di Palette mungkin masih menyimpan gema dari sumpah dan tangis masa silam. Tempat ini membuktikan bahwa keindahan tak selalu bersembunyi dari sejarah yang lembut.
2. Tempat Wisata Gua Mampu: Kerajaan yang Membatu karena Satu Kalimat Putri Raja
Di tengah dataran Bone yang tenang, berdiri sebuah goa luas dan dingin yang menyimpan ratusan batu aneh—bentuknya menyerupai manusia, binatang, dan benda. Gua Mampu, begitu namanya, adalah tempat di mana waktu membeku karena sebuah kutukan.
Baca juga : Estetika Tradisi: 6 Tempat Wisata Lokal yang Bikin Feed Makin Berbudaya
Cerita rakyat menyebut, dahulu ada kerajaan bernama Mampu. Sang putri kerajaan, Appung Ellung Mangenre, tak sengaja menjatuhkan alat tenunnya ke tanah dan bersumpah bahwa siapa pun yang mengambilnya akan dijadikan pasangan atau saudara.
Namun, yang datang adalah seekor anjing jantan, Bolong Lasareweng.
Kutukan pun datang. Seluruh kampung—tujuh desa dalam kerajaan itu—dihukum menjadi batu karena kesombongan sang putri dan pengingkaran janji. Di dalam gua itu, masyarakat sekitar percaya, mereka masih berdiri: membatu tapi hidup dalam cerita.
3. Gunung Nona: Ketika Cinta Tak Sampai Jadi Abadi di Punggung Bumi
Di Kabupaten Enrekang, berdiri sebuah gunung dengan bentuk yang menggoda imajinasi: lekuknya menyerupai tubuh wanita berbaring. Gunung ini disebut warga sebagai Buttu Kabobong atau Gunung Nona.
Legenda lokal menyebut bahwa dulunya, gunung ini adalah seorang gadis cantik yang jatuh cinta pada pemuda dari desa seberang. Namun, cinta mereka tak direstui karena dendam antarkeluarga. Dalam keputusasaan, sang gadis memohon agar cinta mereka tak terpisah.
Doa gadis itu dikabulkan, tapi dengan cara yang pahit. Ia dan kekasihnya dipersatukan dalam bentuk abadi: alam itu sendiri. Kini, setiap mata yang menatap Gunung Nona bukan hanya menyaksikan pemandangan, tetapi juga cinta yang membatu karena restu yang tak pernah datang.
4. Benteng Alla: Jejak Perlawanan yang Ditinggalkan dalam Tebing dan Gua
Dikutip dari jurnal “Perspektif Sosiologi terhadap Objek Wisata Gunung Benteng Alla” karya Muh. Idris K. (2018), Benteng Alla di Enrekang bukan sekadar dataran tinggi biasa. Ia adalah benteng hidup—saksi bisu dari perlawanan terakhir masyarakat setempat terhadap penjajah Belanda.
Berlokasi di utara Kecamatan Baroko dan berbatasan langsung dengan Toraja Utara, benteng alami ini menyimpan gua pengintai, kuburan kuno berbentuk erong, dan susunan bebatuan yang menyerupai dinding pelindung alami. Warga setempat menyebut, Benteng Alla pernah menjadi tempat bertahan paling akhir ketika peluru dan keyakinan saling bersua.
Benteng ini bukan hanya menghadirkan lanskap menawan, tapi juga memanggil jiwa patriotik dari masa lalu untuk kembali dikenang.
Tempat-tempat ini bukan hanya pemandangan. Mereka adalah naskah hidup yang masih dibaca oleh angin, diterangi cahaya pagi, dan dirasakan mereka yang mau mendengar.
Sulawesi Selatan membuktikan bahwa tempat wisata tak hanya soal keindahan, tapi juga soal makna—kisah manusia, cinta, dosa, hingga perlawanan yang membentuk lanskapnya. (*/IN)