JAKARTA, inspirasinusantara.id – Suhu udara yang meningkat di sejumlah kota besar Indonesia pada Januari 2025 mulai berdampak langsung pada kehidupan warga. Kondisi kota yang semakin panas mendorong penggunaan listrik rumah tangga meningkat, terutama untuk pendingin udara, sehingga tagihan listrik ikut naik dan menambah beban pengeluaran keluarga perkotaan.
Sejumlah rumah tangga mencatat lonjakan tagihan listrik meski tarif dasar tidak berubah. Penggunaan pendingin ruangan menjadi lebih intensif karena suhu lingkungan sulit turun, bahkan pada malam hari. Situasi ini membuat biaya listrik menjadi pengeluaran tambahan yang tidak direncanakan.
Pengamat energi perkotaan, Arif Rahman, menjelaskan bahwa cuaca panas ekstrem memaksa perangkat pendingin bekerja lebih berat. “Dalam kondisi suhu tinggi, kompresor AC beroperasi lebih lama dan membutuhkan energi lebih besar. Hal ini yang membuat konsumsi listrik meningkat,” ujarnya. Ia menyebut AC dapat menyumbang hingga sekitar setengah konsumsi listrik rumah tangga di kawasan urban.
Menurut Arif, pengaturan suhu AC yang terlalu rendah justru memperbesar beban energi, terutama ketika bangunan tidak dirancang untuk menahan panas dari luar. Dinding dan jendela yang kurang efisien membuat panas mudah masuk, sehingga pendingin ruangan terus bekerja tanpa jeda. Fenomena kota panas juga berkaitan dengan minimnya ruang terbuka hijau dan dominasi permukaan beton. Kondisi ini menciptakan efek pulau panas perkotaan, di mana panas terperangkap dan suhu sulit turun. Akibatnya, warga semakin bergantung pada pendingin udara untuk menjaga kenyamanan di dalam rumah.
Pakar kebijakan publik, Rina Kurniasih, menilai lonjakan tagihan listrik sebagai bentuk biaya adaptasi iklim yang kini ditanggung warga. “Ketika kota tidak ramah iklim, dampaknya langsung dirasakan melalui tagihan listrik yang lebih tinggi dan menekan daya beli rumah tangga,” katanya. Rina menegaskan bahwa solusi tidak cukup hanya dengan imbauan penghematan energi. Pemerintah daerah, menurutnya, perlu mendorong penataan kota yang lebih adaptif terhadap iklim, termasuk memperluas ruang hijau, menerapkan standar bangunan hemat energi, dan menurunkan suhu dasar kawasan perkotaan.
Tanpa perubahan kebijakan dan desain kota, para ahli memperingatkan kondisi kota panas akan terus memicu lonjakan konsumsi energi. Dampaknya, beban listrik berpotensi menjadi tekanan ekonomi yang berulang bagi warga perkotaan di tengah perubahan iklim yang kian nyata.(jmi/IN)