back to top
Rp0

Tidak ada produk di keranjang.

InspirasiNusantara.id “MENGEDUKASI, MENGINSPIRASI, MENGGERAKKAN”
28.3 C
Jakarta
Rp0

Tidak ada produk di keranjang.

Jadilah Member Kami

Dapatkan konten Eksklusif yang menarik

― Advertisement ―

spot_img

Bekerja Aman di Zaman Serba Digital

Penulis: Muthi’ah Sahra Fadillah Patangke (Mahasiswa Program Magister K3 FKM Unhas) Di tengah persaingan global dan perubahan industri yang semakin cepat, keselamatan dan kesehatan kerja...
BerandaGaya HidupKrisis Iklim Bayangi Kopi Enrekang, Petani Tetap Menyeduh Harapan

Krisis Iklim Bayangi Kopi Enrekang, Petani Tetap Menyeduh Harapan

inspirasinusantara.id — Aroma kopi Enrekang yang dulu menenangkan kini berubah getir oleh bayang-bayang krisis iklim. Di balik setiap tegukan, tersimpan kisah perjuangan petani yang berusaha menjaga cita rasa khas Sulawesi Selatan di tengah cuaca yang kian tak menentu.

Rutinitas minum kopi di pagi hari mungkin terasa biasa bagi banyak orang Sulsel. Namun, di balik secangkir kopi yang menenangkan itu, para petani di Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan, kini menghadapi kenyataan pahit: krisis iklim perlahan menggerus produktivitas kebun kopi mereka.

Dalam tiga tahun terakhir, data Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Enrekang mencatat penurunan produksi kopi hingga 8,8% meskipun luas perkebunan meningkat 6,7%. Cuaca yang tidak menentu dan curah hujan yang menurun drastis menjadi penyebab utama menurunnya hasil panen.

Kondisi ini semakin memperparah beban ribuan petani yang menggantungkan hidupnya dari komoditas andalan tersebut. Baharuddin, dosen bidang Hasil Hutan Bukan Kayu Universitas Hasanuddin, menegaskan bahwa perubahan suhu, kelembaban, serta ketersediaan air tanah sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan kopi.

“Kopi adalah tanaman yang sensitif terhadap perubahan lingkungan. Cuaca ekstrem membuat hasil panen menurun dan kualitas biji kopi ikut terdampak,” jelasnya.

Penelitian Braken et al. (2023) turut memperkuat hal itu. Dalam laporannya disebutkan, meningkatnya kejadian cuaca ekstrem memicu ledakan populasi hama dan penyakit, sehingga banyak wilayah yang sebelumnya cocok untuk perkebunan kini tak lagi ideal untuk produksi kopi.

Dampak Krisis Iklim dari Kebun ke Kedai

Syarifuddin, petani kopi arabika asal Enrekang, mengaku panennya merosot hingga 60%. Hal serupa dialami Kahar, petani kopi robusta, yang kehilangan sebagian besar hasilnya akibat hujan tak menentu.

“Kalau cuaca tidak bisa diprediksi, panen bisa gagal total,” katanya.

Baca  juga :  Dari Mitos ke Aksi Nyata, Tradisi Sulsel Lawan Krisis Iklim

Tak hanya di tingkat petani, krisis iklim juga dirasakan hingga ke kota. Arsul, pemilik kedai Kopi Kawalega di Makassar, mengeluhkan pasokan biji kopi dari Enrekang yang kian menipis.

“Padahal pelanggan kami banyak yang suka kopi dari Enrekang. Tapi sekarang stok makin sulit didapat,” ujarnya.

Krisis Iklim Global dan Masa Depan Kopi

Menurut Zain Ismed, Ketua Dewan Kopi Sumatera Selatan, dampak krisis iklim global juga dirasakan negara-negara penghasil kopi besar seperti Brasil dan Vietnam.

“Kondisi ini membuat harga kopi dunia naik karena pasokan berkurang. Petani Indonesia memang sedikit diuntungkan, tapi dalam jangka panjang, tantangannya justru makin besar,” tuturnya.

Adios Syafri, Direktur Riset dan Kampanye Hutan Kita Institute (HaKI), menambahkan bahwa produksi kopi global akan terus menurun jika tidak ada inovasi varietas baru yang tahan terhadap perubahan iklim.

“Dalam beberapa tahun ke depan, kopi bisa menjadi barang langka. Kita harus menyiapkan varietas baru yang adaptif terhadap cuaca ekstrem,” tegasnya.

Harapan Baru di Tengah Krisis Iklim

Krisis iklim memang memberi tantangan besar bagi masa depan kopi Indonesia, termasuk di Enrekang. Selain ancaman penurunan hasil, tekanan permintaan pasar bisa memicu pembukaan lahan baru di sekitar kawasan hutan. Hal ini tentu berdampak pada kelestarian lingkungan.

Zain Ismed berharap, pemerintah dan lembaga riset segera mengembangkan varietas kopi yang mampu bertahan di tengah cuaca ekstrem.

“Hingga kini, belum ada varietas yang benar-benar tahan terhadap perubahan iklim, bahkan di negara produsen besar seperti Brasil dan Kolombia. Semoga Indonesia bisa memimpin dalam riset ini,” ujarnya.

Dengan langkah adaptif dan riset berkelanjutan, secangkir kopi dari Enrekang diharapkan tetap bisa dinikmati bukan hanya hari ini, tetapi juga oleh generasi mendatang, tanpa rasa pahit akibat krisis iklim. (*/IN)