MAKASSAR, inspirasinusantara.id — Keberagaman agama, etnis, dan latar belakang sosial merupakan realitas perkotaan yang terus membentuk arah pembangunan Makassar. Di tengah dinamika kota besar, pengelolaan toleransi dan kohesi sosial menjadi bagian dari kebijakan perkotaan yang menentukan masa depan Makassar sebagai ruang hidup bersama.
Wali Kota Makassar Munafri Arifuddin menegaskan hal tersebut saat menghadiri perayaan Natal GPIB Jemaat Bukit Zaitun di Grand Diamond Ballroom, Myko Hotel & Convention Center, Sabtu malam (27/12/2025). Munafri hadir bersama Wakil Wali Kota Makassar Aliyah Mustika Ilham, unsur Forkopimda, serta pemerintah kecamatan setempat.
Munafri menyampaikan bahwa perayaan keagamaan memiliki peran strategis dalam menjaga harmoni kota. Menurutnya, kehadiran negara dalam memastikan rasa aman dan kesetaraan bagi seluruh pemeluk agama merupakan bagian dari tanggung jawab pemerintah kota.
Makassar, kata Munafri, merupakan kota yang majemuk dan dihuni oleh masyarakat dengan latar belakang yang beragam. Perbedaan tersebut seharusnya tidak menjadi pemisah, melainkan kekuatan dalam membangun kehidupan kota yang inklusif dan berkeadilan.
Ia menekankan bahwa Pemerintah Kota Makassar membuka ruang seluas-luasnya bagi seluruh warga untuk beraktivitas, berkarier, dan berkontribusi dalam pembangunan tanpa memandang agama maupun latar belakang sosial. Pendekatan ini dinilai mencerminkan kepemimpinan yang berorientasi pada perlindungan hak warga dan keberlanjutan sosial kota.
Munafri juga menyinggung capaian Makassar yang meraih Harmony Award 2025 sebagai indikator terjaganya kerukunan antarumat beragama. Namun, ia menilai capaian tersebut perlu diikuti dengan konsistensi kebijakan agar nilai toleransi tidak berhenti pada simbol atau seremoni semata.
Sementara itu, Wakil Wali Kota Makassar Aliyah Mustika Ilham menyampaikan bahwa perayaan Natal tidak hanya memiliki makna keagamaan, tetapi juga menjadi momentum memperkuat persaudaraan dan toleransi di tengah keberagaman masyarakat kota.
Nilai toleransi dan kebersamaan, menurut Aliyah, merupakan modal sosial penting dalam menjaga stabilitas dan keharmonisan Makassar sebagai kota besar.
Ke depan, komitmen terhadap toleransi dan kesetaraan dipandang akan berpengaruh langsung terhadap masa depan Makassar. Tantangan kebijakan perkotaan terletak pada memastikan nilai-nilai tersebut terintegrasi dalam praktik pemerintahan dan kehidupan sehari-hari warga, sehingga Makassar dapat tumbuh sebagai kota yang inklusif dan berkelanjutan. (*/IN)