Inspirasinusantara.id — Bayangkan menyantap sepiring pallu mara hangat atau semangkuk barobbo di sore hari—tak sekadar mengenyangkan perut, tapi juga ikut menyelamatkan bumi. Di tengah krisis iklim yang kian terasa dampaknya, kuliner lokal Sulawesi Selatan tampil sebagai jawaban tak terduga.
Kuliner lokal kini tak hanya menjadi simbol identitas budaya, tetapi juga menawarkan solusi konkret dalam menghadapi tantangan perubahan iklim. Di tengah upaya global menekan emisi karbon, makanan tradisional berbasis bahan lokal seperti yang ada di Sulawesi Selatan mulai dilirik sebagai pilihan yang lebih ramah lingkungan.
Prof. Nita Rukminasari, Guru Besar Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin sekaligus pemerhati lingkungan, mengungkapkan bahwa sektor pangan secara global menyumbang sekitar 26–30% emisi gas rumah kaca. Dari produksi, distribusi, pengolahan, hingga konsumsi, semua menyisakan tapak tak kasat mata yang menumpuk di atmosfer.
Khusus di kota-kota besar seperti Makassar, persoalan ini menjadi semakin kompleks. “Penduduk urban cenderung mengonsumsi makanan siap saji, daging, dan makanan olahan yang tinggi jejak karbon,” lanjut Prof. Nita.
Namun di balik ancaman tersebut, harapan justru datang dari kearifan lokal. Kuliner lokal Sulawesi Selatan (Sulsel), yang banyak mengandalkan hasil alam sekitar dan proses pengolahan tradisional, diyakini memiliki jejak karbon yang jauh lebih rendah.
Selain lezat dan penuh nilai budaya, beberapa kuliner lokal bahkan bisa menjadi bagian dari solusi untuk masa depan pangan yang berkelanjutan.
Berikut ini 5 rekomendasi kuliner lokal Sulsel yang rendah jejak karbon dan layak dipromosikan sebagai gaya hidup ramah lingkungan:
1. Barobbo
Bubur jagung khas Bugis ini terbuat dari bahan lokal seperti jagung tumbuk dan sayuran. Proses masaknya sederhana tanpa perlu energi berlebih, serta tidak mengandalkan daging merah.
Baca juga : Di Balik Kelezatan Makanan Kekinian Ada Banyak Jejak Karbon di Makassar
2. Pallu Mara
Olahan ikan berkuah asam pedas ini menggunakan ikan laut segar dari perairan lokal, mengurangi kebutuhan distribusi jarak jauh. Bumbunya pun berbasis rempah alami.
3. Ulu Juku
Hidangan kepala ikan kuah kuning ini merupakan bentuk pemanfaatan bagian ikan yang sering terbuang, mendukung prinsip zero waste dan efisiensi pangan.
4. Lawa’
Hidangan tradisional yang terbuat dari campuran ikan mentah dicampur kelapa parut dan jeruk nipis. Tidak membutuhkan proses masak panjang, sehingga hemat energi.
Baca juga : Kuliner Khas Sulsel: Di Antara Arang, Aroma, dan Kenangan
5. Kapurung
Makanan khas Luwu yang berbahan dasar sagu, sayur, dan ikan. Sagu sebagai pangan lokal berkelanjutan tumbuh alami di hutan dan tidak memerlukan irigasi intensif.