back to top
Rp0

Tidak ada produk di keranjang.

InspirasiNusantara.id “MENGEDUKASI, MENGINSPIRASI, MENGGERAKKAN”
30.1 C
Jakarta
Rp0

Tidak ada produk di keranjang.

Jadilah Member Kami

Dapatkan konten Eksklusif yang menarik

― Advertisement ―

spot_img

Tak Perlu ke Eropa, 5 Tempat Wisata Dongeng Ini Ada di Sulsel 

inspirasinusantara.id – Kabut menggantung di atas bukit, bangunan bergaya kastel berdiri megah, dan taman tersembunyi yang terlihat seperti diambil dari halaman dongeng. Sulawesi Selatan...
BerandaGaya HidupEmisi Karbon Menyelinap di Setiap Lapis Gaya Berpakaian 

Emisi Karbon Menyelinap di Setiap Lapis Gaya Berpakaian 

inspirasinusantara.id — Di balik gemerlap catwalk dan rak-rak butik yang memajang tren terkini, terselip jejak tak kasatmata: emisi karbon yang mengendap di udara, menyelimuti bumi dalam senyap. Mode, yang kerap dirayakan sebagai perayaan estetika, ternyata diam-diam menorehkan luka pada iklim.

Fashion yang selama ini identik dengan kreativitas dan tren ternyata menyimpan sisi gelap yang membahayakan lingkungan. Di balik pakaian yang kita kenakan sehari-hari, terdapat proses panjang yang menyumbang emisi karbon dalam jumlah besar.

Dunia mode, khususnya fast fashion, menjadi salah satu kontributor utama terhadap krisis iklim yang sedang dihadapi dunia. Menurut laporan Business Insider, sektor fashion menyumbang sekitar 10 persen dari total emisi karbon global.

Jumlah tersebut setara dengan 1,2 miliar ton karbon dioksida yang dilepaskan ke atmosfer setiap tahunnya. Angka yang mencengangkan ini menunjukkan bahwa pilihan konsumen terhadap pakaian memiliki dampak yang lebih besar dari yang dibayangkan.

Emisi Karbon di Balik Tren Fashion Stylish

Pewarnaan, penenunan, dan finishing dalam proses pembuatan pakaian merupakan tahapan yang paling boros energi. Belum lagi distribusi global yang menambah emisi karbon dari transportasi.

“Proses produksi pakaian tidak hanya memerlukan energi tinggi, tetapi juga menyerap sumber daya alam dalam jumlah besar. Sebagai contoh, dibutuhkan sekitar 2.700 liter air hanya untuk membuat satu helai kemeja katun, sementara sepasang celana jins menghabiskan sekitar 10.000 liter air untuk proses produksinya.” dikutip dari SKOOT.eco

Baca juga : Jejak Karbon Tersembunyi di Balik Gemericik Air Wastafel 

Meski ada upaya mengurangi dampak melalui penggunaan serat daur ulang, angkanya masih kecil. Data tahun 2021 menunjukkan hanya 8,9% bahan baku pakaian berasal dari serat daur ulang—naik tipis dari 8,4% pada tahun sebelumnya.

Ini menunjukkan bahwa industri fashion masih jauh dari kata berkelanjutan. Banyak perusahaan besar memilih memproduksi pakaian di negara-negara berkembang dengan biaya murah dan regulasi lingkungan yang minim.

Hal ini memperburuk dampak ekologis yang ditimbulkan, karena proses produksinya tidak hanya melepas emisi karbon tinggi, tetapi juga berpotensi mencemari tanah dan air setempat.

Waktunya Berpakaian dengan Kesadaran

Dunia fashion membutuhkan transformasi besar menuju keberlanjutan. Konsumen juga memegang peran penting dalam perubahan ini—dengan memilih merek yang bertanggung jawab, mengurangi konsumsi berlebihan, serta mendukung mode sirkular melalui daur ulang dan pemakaian ulang.

Di tengah krisis iklim yang kian nyata, sudah waktunya gaya berpakaian tak hanya mengikuti tren, tapi juga menjaga bumi dari beban emisi karbon yang terus meningkat. (*/IN)