back to top
Rp0

Tidak ada produk di keranjang.

InspirasiNusantara.id “MENGEDUKASI, MENGINSPIRASI, MENGGERAKKAN”
31.2 C
Jakarta
Rp0

Tidak ada produk di keranjang.

Jadilah Member Kami

Dapatkan konten Eksklusif yang menarik

― Advertisement ―

spot_img

Kreasi Dangke hingga Talas Ubi Antar Enrekang Juara di B2SA Fest 2025

ENREKANG, inspirasinusantara.id — Di tengah keramaian Gedung Mulo, Makassar, Selasa siang, 18 November 2025, aroma dangke segar, talas ubi, dan olahan jawawut dari Kabupaten...
BerandaGaya HidupDari Tisu Hingga Air: Cebok Bentuk Gaya Hidup 

Dari Tisu Hingga Air: Cebok Bentuk Gaya Hidup 

MAKASSAR, inspirasinusantara.id – Kebiasaan membersihkan diri setelah buang air besar ternyata tak bisa dilepaskan dari pengaruh lingkungan, budaya, bahkan pola makan. Dunia pun seakan terbagi dalam dua kubu: pengguna air dan pengguna tisu.

Di Asia, Timur Tengah, dan Afrika, air menjadi sahabat utama usai buang hajat. Sebaliknya, masyarakat Barat, khususnya di kawasan beriklim dingin, lebih memilih tisu toilet.

Pilihan ini bukanlah tanpa sebab. Dalam masyarakat tropis, air mudah didapat dan iklim hangat membuat penggunaan air terasa menyegarkan. Sementara di negara-negara dingin, kontak dengan air justru bisa terasa menyiksa, sehingga tisu menjadi solusi praktis dan nyaman.

Jejak Sejarah di Toilet

Uniknya, walau Barat identik dengan tisu toilet, sejarah mencatat bahwa pengguna pertama benda ini justru berasal dari Timur. Riset bertajuk Toilet Hygiene in the Classical Era (2012) menyebutkan bahwa masyarakat Tiongkok sudah menggunakan cikal bakal tisu sejak awal pengembangan kertas di masa lampau.

Baca juga : Perbedaan Cebok Pakai Air dan Tisu, Ini Penjelasan Budaya dan Ilmiahnya

Sementara itu, masyarakat Romawi Kuno pernah menggunakan batu, dan di beberapa wilayah lain bahkan daun atau tangan menjadi alat pembersih yang lazim. Baru di abad ke-16, istilah “toilet paper” muncul di Eropa, namun tetap dinilai belum efektif dibandingkan air.

Bukan Soal Nyaman Saja, Tapi Juga Soal Pola Makan

Dilansir dari CNBC, Selain iklim, pola makan pun berpengaruh. Diet rendah serat khas masyarakat Barat menyebabkan feses cenderung lebih padat dan kering, yang membuat tisu sudah dianggap cukup.

Sebaliknya, konsumsi sayur dan serat tinggi di Asia menghasilkan tekstur yang lebih lembut, sehingga air lebih dibutuhkan untuk pembersihan menyeluruh.

Fakta lainnya, menurut riset, penggunaan air lebih unggul secara higienis karena mampu mengurangi bakteri dan residu secara signifikan. Namun di Barat, budaya telah membentuk persepsi kebersihan tersendiri, terutama setelah ditemukannya tisu gulung pada 1890-an yang kemudian menjadi standar industri.

Simbol Gaya Hidup yang Tertanam Sejak Dini

Pada akhirnya, pilihan antara air dan tisu bukan sekadar urusan teknis toilet, tetapi juga menjadi cerminan gaya hidup dan nilai-nilai yang diwariskan. Bagi sebagian besar masyarakat Asia, cebok dengan air tak hanya soal bersih, tapi juga bagian dari identitas—sebuah kebiasaan yang diwariskan dari generasi ke generasi.

Sedangkan di Barat, rutinitas menggunakan tisu telah tertanam sebagai standar. Bahkan dalam budaya populer, hal ini dianggap normal, sehingga alternatif seperti bidet atau jet washer masih dianggap “asing” atau terlalu merepotkan.

Gaya hidup modern sering kali tercermin dari hal-hal kecil yang kita lakukan setiap hari, termasuk cara membersihkan diri di kamar mandi. Dan siapa sangka, cebok ternyata bisa jadi jendela kecil untuk memahami bagaimana manusia hidup, makan, dan beradaptasi dengan lingkungan serta budayanya. (*/IN)