back to top
Rp0

Tidak ada produk di keranjang.

InspirasiNusantara.id “MENGEDUKASI, MENGINSPIRASI, MENGGERAKKAN”
24.7 C
Jakarta
Rp0

Tidak ada produk di keranjang.

Jadilah Member Kami

Dapatkan konten Eksklusif yang menarik

― Advertisement ―

spot_img

Kreasi Dangke hingga Talas Ubi Antar Enrekang Juara di B2SA Fest 2025

ENREKANG, inspirasinusantara.id — Di tengah keramaian Gedung Mulo, Makassar, Selasa siang, 18 November 2025, aroma dangke segar, talas ubi, dan olahan jawawut dari Kabupaten...
BerandaNasionalDPR Sahkan KUHAP Baru, Pemerintah Klaim Perkuat Hak Warga: Publik Masih Pertanyakan...

DPR Sahkan KUHAP Baru, Pemerintah Klaim Perkuat Hak Warga: Publik Masih Pertanyakan Dampaknya

JAKARTA, inspirasinusantara.id — DPR resmi mengesahkan revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dalam rapat paripurna, Selasa (18/11), menandai perubahan besar dalam tata cara proses pidana setelah lebih dari empat dekade. Pemerintah menyebut regulasi ini sebagai pembaruan mendasar untuk memperbaiki proses penegakan hukum, sementara kelompok masyarakat sipil mempertanyakan efektivitas dan transparansi komunikasinya kepada publik.

Dalam penjelasan resmi, DPR menyatakan KUHAP baru mengatur ulang sejumlah prosedur hukum yang dinilai sudah tidak relevan. Di antaranya, syarat objektif penahanan dibuat lebih rinci, persetujuan pengadilan diwajibkan untuk penyitaan barang pribadi, serta penguatan prosedur pendampingan hukum sejak tahap awal penyidikan. Pemerintah juga memasukkan aturan perlindungan bagi kelompok rentan, termasuk penyandang disabilitas, dan memperluas ruang penerapan keadilan restoratif.

Melalui pendekatan komunikasi kebijakan, pemerintah menegaskan bahwa pembaruan ini dimaksudkan untuk “menyeimbangkan” relasi antara kewenangan negara dan hak warga. DPR menyebut KUHAP baru sebagai jawaban terhadap kebutuhan modernisasi aparat penegak hukum dan peningkatan akuntabilitas. Narasi ini juga diperkuat dengan pernyataan bahwa KUHAP lama berusia lebih dari 40 tahun dan memerlukan penyesuaian terhadap perkembangan sosial dan teknologi.

Namun respons publik menunjukkan jurang persepsi yang belum terjembatani. Sejumlah organisasi masyarakat sipil menilai pesan pemerintah belum cukup menjelaskan bagaimana pasal-pasal baru akan bekerja dalam praktik. Kritik banyak diarahkan pada potensi pelebaran diskresi aparat penegak hukum, terutama dalam tahap penyidikan, serta kekhawatiran terhadap efektivitas mekanisme pengawasan. Kelompok advokat turut memberi catatan soal beberapa ketentuan yang dinilai belum memberikan kepastian perlindungan bagi tersangka.

Minimnya komunikasi publik selama masa pembahasan juga menjadi sorotan. Meski DPR menyatakan telah mempertimbangkan aspirasi masyarakat, kelompok pemantau kebijakan menilai proses sosialisasi kurang terbuka dan tidak cukup menjelaskan konsekuensi langsung bagi warga. Kondisi ini memunculkan pertanyaan apakah dukungan yang dimaksud “terbangun”, atau hanya terlihat secara formal melalui rapat dengar pendapat terbatas.

Dengan pengesahan KUHAP baru, pemerintah menargetkan implementasi dimulai pada 2026 bersamaan dengan berlakunya KUHP baru. Namun proses transisi regulasi ini diperkirakan membutuhkan strategi komunikasi kebijakan yang lebih intensif, terutama untuk menjelaskan perubahan prosedur, hak tersangka, serta batasan kewenangan aparat kepada publik.

Efektivitas komunikasi tersebut akan menjadi penentu apakah KUHAP baru benar-benar dipahami sebagai instrumen peningkatan keadilan, atau justru memperkuat kekhawatiran warga mengenai potensi penyalahgunaan kewenangan dalam sistem peradilan pidana. (*/IN)