back to top
Rp0

Tidak ada produk di keranjang.

InspirasiNusantara.id “MENGEDUKASI, MENGINSPIRASI, MENGGERAKKAN”
28.4 C
Jakarta
Rp0

Tidak ada produk di keranjang.

Jadilah Member Kami

Dapatkan konten Eksklusif yang menarik

― Advertisement ―

spot_img

Pengurangan Dana Transfer Rp134 Miliar Ancam Pelayanan Publik di Enrekang

ENREKANG, inspirasinusantara.id – Pemerintah Kabupaten Enrekang dipastikan menghadapi kesulitan keuangan pada tahun 2026 akibat pengurangan dana transfer dari pusat sebesar Rp134 miliar. Kondisi ini...
BerandaGaya HidupJejak Karbon di Balik Layar: Like dan Swipe Tak Lagi Ringan

Jejak Karbon di Balik Layar: Like dan Swipe Tak Lagi Ringan

Inspirasinusantara.id — Jejak karbon bukan hanya berasal dari kendaraan atau pabrik, tetapi juga dari jari-jari yang sibuk scroll layar ponsel. Di balik keseruan mengakses media sosial, tersembunyi emisi gas rumah kaca yang terus mengalir setiap detik kita terhubung secara digital.

Sejak lahirnya SixDegrees pada tahun 1997, media sosial telah mengubah cara manusia terhubung, berinteraksi, dan mengekspresikan diri sekaligus mulai membentuk jejak karbon digital yang terus berkembang hingga kini. Kini, hampir setengah populasi dunia menjadi bagian dari ekosistem digital ini.

Dilansir dari Carbonliteracy, Facebook mencatat hampir 3 miliar pengguna, sementara TikTok, meski tergolong baru, sudah memiliki lebih dari 1 miliar pengguna aktif. Namun, di balik kemudahan dan hiburan yang ditawarkan, setiap detik yang kita habiskan di platform ini turut menambah jejak karbon global.

Jejak karbon digital yakni emisi gas rumah kaca yang dihasilkan dari aktivitas online sering kali luput dari perhatian. Padahal, setiap unggahan foto, video, atau sekadar scroll linimasa membutuhkan energi untuk memproses dan mengalirkan data dari pusat server ke layar ponsel. Semakin berat konten, semakin besar pula konsumsi energinya.

Dari Satu Menit ke Puluhan Kilogram Emisi

Penelitian dari Greenspector menemukan bahwa waktu satu menit di aplikasi YouTube menghasilkan sekitar 0,46 gram CO2e (karbon dioksida ekuivalen). TikTok mencatat angka jauh lebih tinggi—hampir lima kali lipat.

Baca juga : ChatGPT dan AI: Menggali Jejak Karbon di Balik Kecanggihan

Rata-rata orang menghabiskan 145 menit per hari di media sosial, dan jika dirata-ratakan, aktivitas tersebut menghasilkan sekitar 60 kilogram CO2e per tahun. Angka ini setara dengan emisi karbon dari perjalanan sejauh 535 kilometer dengan mobil kecil—jarak antara London dan Edinburgh.

Dalam penelitiannya, Greenspector melakukan uji dampak karbon terhadap sepuluh aplikasi media sosial terpopuler menggunakan perangkat standar seperti Galaxy S7. Hasilnya menunjukkan bahwa perbedaan teknologi, format konten, dan efisiensi energi memengaruhi besar kecilnya jejak karbon tiap platform.

Video berdurasi pendek, autoplay, dan desain antarmuka yang padat visual cenderung memperbesar konsumsi energi.

Bijak Bermedia Sosial, Ramah pada Bumi

Mungkin kita berpikir bahwa aktivitas digital di ponsel bukanlah penyumbang utama krisis iklim. Namun, di tengah tren penggunaan media sosial yang terus meningkat, langkah kecil seperti mengurangi waktu menonton video autoplay atau menonaktifkan notifikasi bisa menjadi kontribusi nyata.

Mengingat penggunaan media sosial juga berdampak pada kesehatan mental dan sosial, alasan ekologis bisa menjadi dorongan tambahan untuk lebih bijak dalam menggunakannya.

Di era serba digital, kesadaran akan jejak karbon dari aplikasi dalam genggaman adalah langkah awal menuju kebiasaan yang lebih ramah lingkungan. (*/IN)