back to top
Rp0

Tidak ada produk di keranjang.

InspirasiNusantara.id “MENGEDUKASI, MENGINSPIRASI, MENGGERAKKAN”
25.7 C
Jakarta
Rp0

Tidak ada produk di keranjang.

Jadilah Member Kami

Dapatkan konten Eksklusif yang menarik

― Advertisement ―

spot_img

Kreasi Dangke hingga Talas Ubi Antar Enrekang Juara di B2SA Fest 2025

ENREKANG, inspirasinusantara.id — Di tengah keramaian Gedung Mulo, Makassar, Selasa siang, 18 November 2025, aroma dangke segar, talas ubi, dan olahan jawawut dari Kabupaten...
BerandaKulinerKuliner Sakral Sulsel yang Pantang Dimasak Saat Haid

Kuliner Sakral Sulsel yang Pantang Dimasak Saat Haid

inspirasinusantara.id — Dulu hanya untuk bangsawan, kini kuliner khas Barongko hadir di setiap momen istimewa warga Sulawesi Selatan

Di balik balutan daun pisang yang sederhana, tersimpan jejak panjang sejarah dan filosofi dari sebuah kuliner khas Sulawesi Selatan—Barongko. Dikenal sebagai hidangan istimewa dalam kerajaan Bugis-Makassar, Barongko dulunya hanya disuguhkan untuk tamu kehormatan dan keluarga bangsawan.

Kini, kue ini justru menjadi kuliner khas yang wajib ada dalam berbagai hajatan masyarakat Bugis-Makassar, bukti bahwa warisan budaya tak pernah benar-benar hilang—ia hanya beradaptasi.

Dari Dapur Istana ke Rumah Rakyat

Pada masa lampau, Barongko adalah makanan mewah. Pisang yang dihaluskan, dicampur santan, telur, dan gula pasir yang kala itu termasuk bahan mahal disajikan dalam bentuk persembahan bagi para tamu kerajaan.

Bahkan, ada variasi khusus Barongko seperti Barongko Unti, yang menggunakan campuran nangka, labu, kelapa, dan kacang merah. “Jenis ini hanya dinikmati oleh anggota keluarga kerajaan, dan tak diperkenankan untuk tamu luar.” Dikutip dari Jurnal Pendidikan Tambusai.

Menariknya, penyebaran kuliner khas Barongko ke masyarakat dimulai dari para perempuan kerajaan. Mereka adalah pembuat Barongko, dan saat menikah dan keluar dari lingkungan istana, keterampilan itu dibawa serta.

Dari sanalah Barongko mulai dikenal luas sebagai makanan rumahan yang sarat cerita dan cita rasa.

Baca juga : Kuliner Khas Toraja: Pa’piong, Hidangan Berbumbu Kisah Asmara Leluhur

Aturan Tak Tertulis dalam Proses Pembuatan

Pembuatan kuliner khas Barongko tidak sekadar soal resep, tapi juga menghormati nilai-nilai kebersihan dan kesakralan. Misalnya, kelapa untuk santan tidak boleh dilempar ke tanah, melainkan harus diturunkan dengan hati-hati dan langsung dimasukkan ke dalam keranjang.

Ada pula kepercayaan bahwa perempuan yang sedang menstruasi tidak diperbolehkan membuat Barongko karena diyakini akan membuat rasa kue menjadi kurang sedap—sebuah bentuk kearifan lokal yang erat kaitannya dengan pemahaman tradisional tentang energi tubuh dan makanan.

Filosofi Kuliner Khas Sulsel dalam Bungkus Daun

Nama “Barongko” diyakini berasal dari singkatan ungkapan Bugis-Makassar, “Barang natongji naroko”, yang berarti “barang dibungkus sendiri”. Bukan hanya bahan dan prosesnya yang penuh makna, bentuk dan cara membungkus Barongko pun menyimpan filosofi mendalam.

Kuliner khas Barongko dibungkus dua lapis daun pisang, melambangkan penghargaan terhadap makanan. Daun bagian dalam, yang lebih muda, menjadi alas utama.

Filosofi bentuk persegi panjangnya mencerminkan empat unsur kehidupan: angin, air, api, dan tanah. Cara pembungkusannya yang rapi dan diikat dengan tusuk lidi menandakan keyakinan dan kesetiaan seseorang terhadap prinsip hidup, termasuk keyakinan agama.

Eksistensi yang Bertahan dan Berkembang

Meski kini kuliner khas Barongko dapat ditemukan di pasar atau warung, esensinya tetap tidak berubah. Ia tetap dianggap sebagai simbol penghormatan dalam setiap perayaan.

Dalam acara pernikahan, khitanan, pindahan rumah, hingga syukuran, Barongko selalu hadir dalam tampilan terbaik: disajikan di atas piring besar yang diletakkan di atas bosarak—nampan berkaki dengan penutup khas yang dulunya terbuat dari kuningan di kalangan kerajaan, kini dimodifikasi menjadi berbahan aluminium.

Di kota-kota seperti Makassar, Barongko bahkan mendapat tempat istimewa di kalangan elite dan kepala daerah. Sajian ini menjadi bentuk penghormatan kepada tamu penting, sekaligus penanda bahwa nilai-nilai tradisi masih hidup dan dihargai.

Barongko: Lebih dari Sekadar Kudapan

Barongko adalah bukti bahwa kuliner khas Sulsel bisa menjadi media pelestari budaya dan identitas. Ia bukan hanya tentang rasa manis, tetapi juga tentang narasi panjang sejarah, kepercayaan, dan penghormatan terhadap kehidupan.

Dari istana hingga ke piring warga biasa, Barongko mengajarkan kita satu hal: warisan budaya tak pernah kadaluwarsa, selama kita terus menikmatinya dengan hati. (*/IN)

Sumber : Savira Pradiati, Adestya Ayu Armielia, & Oqke Prawira Triutama. Sejarah gastronomi kue Barongko dari Makassar. Universitas Multimedia Nusantara. Jurnal Pendidikan Tambusai.