back to top
Rp0

Tidak ada produk di keranjang.

InspirasiNusantara.id “MENGEDUKASI, MENGINSPIRASI, MENGGERAKKAN”
31.1 C
Jakarta
Rp0

Tidak ada produk di keranjang.

Jadilah Member Kami

Dapatkan konten Eksklusif yang menarik

― Advertisement ―

spot_img

BAZNAS Enrekang Salurkan Rp15 Juta untuk Bedah Rumah Keluarga Almarhum Aldi

ENREKANG, inspirasinusantara.id — Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) Enrekang menyalurkan bantuan program bedah rumah senilai Rp15 juta kepada keluarga almarhum Aldi Oktavian, pelajar Madrasah...
BerandaPemerintahanPemkot Makassar Bangun Dua Kawasan Urban Farming Modern Berbasis Teknologi

Pemkot Makassar Bangun Dua Kawasan Urban Farming Modern Berbasis Teknologi

MAKASSAR, inspirasinusantara.id — Pemerintah Kota (Pemkot) Makassar terus memperkuat komitmennya dalam mewujudkan kemandirian pangan dan ekonomi kerakyatan melalui pengembangan program Urban Farming modern.

Langkah tersebut dimatangkan dalam Rapat Koordinasi Urban Farming di Balai Kota Makassar, Rabu (22/10/2025), yang dipimpin langsung oleh Wali Kota Makassar, Munafri Arifuddin.

Program ini diinisiasi oleh Dinas Perikanan dan Pertanian (DP2) Makassar dengan konsep kawasan pertanian perkotaan terpadu melalui pembangunan dua lokasi percontohan Grand House Urban Farming di Kelurahan Barombong, Kecamatan Tamalate, dan Kelurahan Sudiang, Kecamatan Biringkanaya.

Wali Kota Munafri menegaskan bahwa Urban Farming bukan sekadar aktivitas bercocok tanam di kota, melainkan gerakan strategis menciptakan ekosistem pangan modern dan berkelanjutan.

“Program ini harus memberikan manfaat ekonomi, edukasi, dan pemberdayaan masyarakat,” ujarnya.

Munafri meminta agar desain kawasan percontohan Urban Farming dirancang matang dari sisi konsep, konstruksi, hingga estetika tata ruang. Ia menekankan pentingnya aspek lingkungan dan kenyamanan pengunjung.

“Kalau bisa jalan di kawasan ini menggunakan beton berpori karena wilayah ini membutuhkan serapan air yang baik. Kita tidak boleh mengabaikan aspek lingkungan,” imbuh Appi.

Ia juga menginginkan nuansa alami dalam pembangunan kandang hewan dan fasilitas lainnya.

“Kalau bisa material kandangnya lebih banyak menggunakan kayu. Supaya ada kesan natural, tapi tetap kokoh dan aman. Jadi suasananya tetap alami, nyaman dipandang,” tambahnya.

Ramah Lingkungan dan Energi Mandiri

Munafri menegaskan bahwa kawasan Grand House Urban Farming harus mencerminkan konsep energi mandiri dan ramah lingkungan.

“Saya minta listriknya pakai solar panel. Pastikan semua fasilitas di kawasan ini memakai energi terbarukan. Ini bukan hanya tempat produksi, tapi juga tempat edukasi,” tegasnya.

Ia juga mengingatkan bahwa kawasan ini harus menjadi display Urban Farming yang edukatif.

“Ini display Urban Farming. Orang datang melihat, belajar, dan terinspirasi, bukan tempat bermain-main hewan,” katanya.

Munafri ingin pengunjung memperoleh pengalaman edukasi secara sistematis layaknya museum pertanian.

“Mereka jalan memutar, melihat semua proses urban farming dari hulu ke hilir, baru keluar dengan membawa produk atau oleh-oleh dari Market Farm. Di ujung harus ada pusat produk agar pengunjung belanja,” jelasnya.

Ia juga meminta kawasan ini tetap menghadirkan kesan alami dan dekat dengan masyarakat.

“Saya mau tetap ada pohon-pohon di sekitar area, misalnya pohon pisang. Supaya ada suasana alami, dekat dengan masyarakat. Bahkan bisa saja orang jual pisang goreng di situ, jadi hidup suasananya,” ucapnya.

Selain itu, kawasan ini wajib inklusif dan ramah bagi penyandang disabilitas.

“Akses fasilitas untuk difabel harus ada. Ini wajib. Saya ingin kawasan ini inklusif dan bisa dikunjungi siapa saja. Jangan tertutup,” tegas Munafri.

Fasilitas Lengkap dan Terintegrasi

Kawasan Grand House Urban Farming akan dilengkapi fasilitas pertanian, peternakan, dan perikanan modern. Di antaranya showroom urban farm, kantor pengelola, laboratorium pertanian, rumah dinas, ruang pembibitan, gudang penyimpanan, dan packing house.

Juga terdapat Market Farm, toilet umum, gazebo, kolam retensi, dan area edukasi terbuka. Pada sektor peternakan disiapkan kandang ayam, sapi, kambing, unggas, hingga gudang pakan.

Untuk pertanian modern, kawasan ini menghadirkan Grand House Hidroponik, rumah jamur, dan area pengembangan maggot sebagai sumber pakan alternatif.

Pada sektor perikanan tersedia kolam bioflok, aquaponik, dan kolam pembesaran ikan. Tersedia pula cold storage, unit fertigasi digital, area sawah mini, serta unit komposter untuk pengelolaan limbah organik ramah lingkungan.

Fasilitas publik seperti kafetaria/display produk, lahan parkir, area hijau produktif, dan mushollah turut melengkapi kenyamanan pengunjung.

Kolaborasi Lintas OPD

Kepala Dinas Perikanan dan Pertanian (DP2) Kota Makassar, Aulia Arsyad, menjelaskan bahwa pembangunan kawasan ini melibatkan sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD) secara terpadu lintas sektor.

“Lokasi Urban Farming ini ada dua, di Sudiang dan Barombong. Di dua lokasi itu nanti akan terintegrasi seluruh sektor, pertanian, peternakan, perikanan, hingga pengelolaan sampah,” jelasnya.

Menurutnya, sedikitnya lima OPD akan berperan dalam pembangunan tersebut. Dinas Lingkungan Hidup menangani pengelolaan sampah, Dinas Ketahanan Pangan membangun cold storage, Dinas Pekerjaan Umum mengatur infrastruktur dan beton berpori, sementara Dinas Perhubungan menangani instalasi listrik dan solar panel.

“Kemudian Dinas Perhubungan akan mengatur instalasi listrik, termasuk penggunaan solar panel, sesuai arahan Pak Wali,” terangnya.

Aulia menambahkan, Pemkot akan menetapkan SK Wali Kota terkait keterlibatan OPD dalam pengembangan Urban Farming agar tata kelolanya terstruktur.

Pusat Edukasi, Riset, dan Ketahanan Pangan

Pembangunan Grand House Urban Farming tidak hanya fokus pada produksi pangan, tetapi juga diarahkan menjadi pusat edukasi dan wisata inovasi pertanian.

“Pengunjung bisa belajar budidaya modern, termasuk teknik bercocok tanam di green house. Jadi selain produktif, juga edukatif,” ujarnya.

Meski luas lahan tidak besar, dua kawasan tersebut dinilai cukup representatif sebagai pilot project dengan fasilitas lengkap seperti rumah jamur dan rumah maggot.

Proyek ini akan mulai dikerjakan tahun 2026, dengan kebutuhan anggaran sekitar Rp4 miliar per lokasi, mencakup riset dan teknologi pendukung.

“Pelaksanaannya dimulai tahun 2026. Saat ini kami masih melakukan pembahasan untuk persiapan anggaran pokok 2026 agar semua tertata dengan baik,” katanya.

Aulia menegaskan, pengelolaan kawasan akan dilakukan oleh tenaga profesional lulusan pertanian, peternakan, dan perikanan, bukan masyarakat umum.

“Fokusnya ada pada riset dan pengembangan benih, bukan komersialisasi. Mereka akan dibantu petugas dan tenaga operasional untuk perawatan area,” jelasnya.

Ia juga menekankan bahwa program ini tidak ditujukan untuk mencari keuntungan, melainkan memperkuat ketahanan pangan dan ekonomi kerakyatan.

“Hasil panen dari Urban Farming akan disalurkan ke SPPG. Selain itu, cold storage yang dibangun juga bisa digunakan Kelompok Wanita Tani (KWT) di sekitar lokasi,” terangnya.

Ke depan, produk hortikultura dari KWT akan dipasarkan melalui kolaborasi antar-SKPD dan terhubung dengan Mal Pelayanan Publik Digital (MPPD).

“Contohnya, kalau di Biringkanaya menanam wortel, tinggal disesuaikan ke SPPD mana yang membutuhkan,” tutup Aulia.  (*/IN)