back to top
Rp0

Tidak ada produk di keranjang.

InspirasiNusantara.id “MENGEDUKASI, MENGINSPIRASI, MENGGERAKKAN”
32.1 C
Jakarta
Rp0

Tidak ada produk di keranjang.

Jadilah Member Kami

Dapatkan konten Eksklusif yang menarik

― Advertisement ―

spot_img

Grand Opening Parlis Salenrang Maros, Hadirkan Peluang Kerja dan Harapan Baru

MAROS, inspirasinusantara.id — Kabar inspiratif datang dari dunia usaha daerah. Toko Parlis, yang dikenal sebagai jaringan ritel lokal dengan semangat pemberdayaan ekonomi masyarakat, resmi...
BerandalingkunganWarga Ramai-Ramai Mengungsi ke Australia Akibat Krisis Iklim

Warga Ramai-Ramai Mengungsi ke Australia Akibat Krisis Iklim

inspirasinusantara.id — Krisis iklim kembali menunjukkan dampak paling ekstremnya. Salah satu negara kecil di Samudra Pasifik, Tuvalu, kini berada di ambang kepunahan akibat naiknya permukaan air laut.

Pulau-pulau karang dataran rendah yang membentuk negara itu perlahan tenggelam, memaksa warganya mencari tempat berlindung di negeri lain termasuk Australia.

Menurut laporan International Business Times edisi Juni lalu, dua dari sembilan atol di Tuvalu sudah nyaris hilang diterjang gelombang. Para ilmuwan memperkirakan, dalam waktu sekitar 80 tahun, Tuvalu bisa benar-benar lenyap dari peta dunia.

Gelombang laut yang semakin besar dan erosi pantai mempercepat kerusakan daratan, sementara luas wilayah yang kecil membuat negara itu tak mampu menahan laju perubahan iklim.

Baca  juga :  Nyamuk Pertama Muncul di Islandia: Tanda Krisis Iklim Semakin Nyata

Menanggapi ancaman tersebut, Pemerintah Australia menandatangani perjanjian iklim dan migrasi dengan Tuvalu pada tahun 2024. Melalui skema ini, warga Tuvalu diizinkan untuk belajar, bekerja, dan menetap di Australia mulai Juli 2025.

Namun, meski lebih dari 3.000 warga mengajukan visa, Australia hanya membuka kuota 280 orang per tahun. Hingga kini, belum ada keputusan resmi terkait penambahan jumlah penerima visa.

Krisis iklim yang dihadapi Tuvalu bukan hanya soal tenggelamnya daratan, tetapi juga kerapuhan ekonomi dan keterbatasan sumber daya alam. Negara ini tidak memiliki cadangan mineral, sektor ekspor yang kuat, atau infrastruktur industri yang memadai.

Sebagian besar penduduknya menggantungkan hidup pada pertanian subsisten dan perikanan tradisional yang sangat bergantung pada kondisi alam — yang kini justru berubah drastis akibat pemanasan global.

Tuvalu menjadi simbol nyata bagaimana perubahan iklim bukan lagi isu masa depan, melainkan krisis yang sedang berlangsung. Bagi warganya, menyelamatkan diri bukan lagi pilihan, tapi kebutuhan mendesak agar generasi mereka tetap memiliki tempat berpijak di dunia yang terus memanas. (*/IN)