inpirasinusantara.id – Pernikahan dini tak sekadar menjadi cerita lama yang terus berulang, tetapi kini tampil dalam wajah baru yang terselubung dalam nuansa modernitas. Di era ketika cita-cita hidup glamor dan pencapaian personal menjadi ukuran kesuksesan, masih banyak remaja yang melangkah terlalu cepat ke pelaminan.
Pernikahan Dini
Di tengah gemerlap tren gaya hidup modern dan ekspektasi sosial yang tinggi, masih ada fenomena lama yang tak kunjung usai: pernikahan dini. Data terbaru yang dilansir dari Repository Unhas dalam sebuah Skripsi menunjukkan bahwa sekitar 820.654 rumah tangga perempuan yang menikah di usia dini atau sekitar 41 persen rumah tangga di Sulawesi Selatan tergolong dalam kategori miskin dan termiskin berdasarkan kuantil kekayaan dari pengeluaran per kapita rumah tangga.
BACA JUGA: Riset: Pernikahan Dini 6 Kali Lebih Rentan Dialami Anak dari Ibu Berpendidikan Rendah
Praktik pernikahan di bawah usia 19 tahun masih banyak terjadi, meskipun berbagai kampanye kesadaran telah digalakkan. Sayangnya, pernikahan dini bukan hanya soal kesiapan emosional atau fisik.
Pernikahan dini menyimpan dampak besar terhadap kesejahteraan ekonomi rumah tangga. Ketidaksiapan menghadapi realitas kehidupan berumah tangga, keterbatasan akses pendidikan, serta peluang karier yang terhambat menjadi faktor yang memperparah lingkaran kemiskinan.
Pernikahan Dini: Tekanan Sosial di Era Digital
Generasi masa kini hidup dalam bayang-bayang media sosial yang membentuk standar kehidupan glamor rumah estetik, outfit kekinian, pasangan ideal. Namun, di balik tampilan penuh filter itu, tak sedikit anak muda yang terjebak dalam keputusan terburu-buru menikah di usia muda demi mengejar “kebahagiaan instan” atau karena tekanan budaya dan lingkungan.
Padahal, kenyataan tidak seindah unggahan. Pernikahan dini seringkali berujung pada krisis finansial, ketidakstabilan rumah tangga, bahkan perceraian dini.
Hal ini diperkuat oleh penelitian (Sagalova et al., 2021; Hasbi, 2019) yang menunjukkan hubungan erat antara pernikahan dini dan kerentanan ekonomi jangka panjang.
Pernikahan Dini: Rumah Tangga Rentan
Tak hanya rumah tangga miskin yang terdampak. Sekitar 20 persen rumah tangga berada di kategori menengah namun rentan, yang bisa sewaktu-waktu jatuh ke dalam kemiskinan jika diterpa krisis mulai dari kehilangan pekerjaan hingga inflasi biaya hidup.
Pernikahan dini, secara tak langsung, bisa menjadi pemicu kejatuhan ini karena membatasi kapasitas ekonomi perempuan untuk berkembang.
Pernikahan Dini di Era Serba Cepat: Tantangan atau Pilihan?
Di zaman yang mengedepankan self-growth, pernikahan seharusnya tidak menjadi pelarian atau bentuk pencapaian semata. Anak muda perlu memahami bahwa membangun masa depan tidak hanya soal “berdua lebih baik” tapi juga kesiapan mental, finansial, dan visi hidup yang matang.
Penting bagi para pemuda dan pemudi untuk diberi ruang edukasi, bimbingan karier, dan penguatan karakter agar tidak terjebak dalam lingkaran pernikahan dini yang menghambat potensi mereka. Sebab jika tidak, ketimpangan ekonomi akibat keputusan masa muda bisa berdampak hingga lintas generasi. (*/IN)
Sumber : Rosmila. 2024. Analisis dampak pernikahan dini terhadap kesejahteraan rumah tangga di Sulawesi Selatan. Skripsi, Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Hasanuddin.