Inspirasinusantara.id — Gen Z mematahkan pola kerja konvensional dengan menempatkan kesehatan mental sebagai prioritas utama. Mereka berani melawan sistem kaku melalui aksi protes yang kreatif dan penuh makna.
Generasi Z atau Gen Z mulai mendefinisikan ulang nilai-nilai dunia kerja. Mereka menolak sistem konvensional yang dianggap tak lagi relevan dan mendorong terciptanya lingkungan kerja yang menghargai fleksibilitas serta keseimbangan hidup.
Dilansir dari Forbes, dalam proses ini, sejumlah tren baru muncul, mulai dari “berhenti karena balas dendam” hingga fenomena ekstrem seperti career catfishing dan office ghosting yang kini membuat korporasi lebih waspada. Tekanan di tempat kerja menjadi pemicu utama.
Laporan Owl Labs menunjukkan bahwa 45 persen pekerja Gen Z mengalami peningkatan stres, dan sebagian besar di antaranya mencari keadilan dalam bentuk tunjangan yang lebih baik, jam kerja yang manusiawi, serta kesempatan pengembangan diri yang nyata. Ketika kebutuhan ini tidak dipenuhi, Gen Z memilih jalur kreatif untuk mengekspresikan ketidakpuasan mereka.
Alih-alih menoleransi sistem kerja yang toksik seperti generasi sebelumnya, Gen Z justru menjadikan kelelahan sebagai batas akhir. Ketika keluar dari pekerjaan, mereka ingin ketidakhadiran mereka terasa, sebagai pesan keras bahwa sistem yang kaku dan eksploitatif tak bisa lagi diterima begitu saja.
Baca juga : Mengapa Gen Z Cepat Resign? Ini Alasannya
Strategi “Menghilang” Sebagai Protes Diam
Tren office ghosting dan career catfishing menjadi bentuk perlawanan baru dari Gen Z. Mereka bukan sekadar keluar diam-diam, tapi menciptakan strategi yang menunjukkan bahwa loyalitas bukanlah kewajiban sepihak.
Lewat aksi ini, mereka menuntut perubahan struktur kerja yang lebih manusiawi dan inklusif. Studi tahun 2023 yang terbit di Humanities and Social Sciences Communications mengungkap bahwa budaya kerja ekstrem, jam lembur berkepanjangan, serta beban kerja tidak proporsional menjadi penyumbang utama stres dan ketidakpuasan di kalangan pekerja Gen Z.
Generasi ini memilih untuk tidak memendam tekanan, melainkan meninggalkan tempat kerja yang mereka nilai gagal memberi ruang tumbuh.
Loyalitas Baru: Hormat, Bukan Bertahan dalam Tekanan
Berbeda dari generasi sebelumnya yang memilih bertahan demi kestabilan, Gen Z memprioritaskan kesehatan mental di atas segalanya. Survei McKinsey & Company tahun 2022 menunjukkan bahwa 55 persen pekerja Gen Z pernah didiagnosis atau dirawat karena masalah kesehatan mental—angka tertinggi dibandingkan kelompok usia lain.
Ini menjelaskan mengapa mereka cenderung lebih sensitif terhadap budaya kerja yang tak mendukung kesejahteraan psikologis.
Mengundurkan diri secara tiba-tiba bukan semata tindakan impulsif, melainkan pesan tegas: mereka tidak ingin hidup dalam ketidakpastian yang menggerogoti mental. Fenomena ini bukanlah tren sesaat, tetapi refleksi dari Gen Z yang menolak diam dalam sistem yang tidak berpihak pada manusia.
Fenomena career catfishing menandai babak baru dunia kerja. Bagi Gen Z, membentuk ulang profil profesional bukan hanya taktik mendapatkan peluang, tetapi juga bentuk perlawanan terhadap sistem yang tak mendengar aspirasi mereka. (*/IN)