back to top
Rp0

Tidak ada produk di keranjang.

InspirasiNusantara.id “MENGEDUKASI, MENGINSPIRASI, MENGGERAKKAN”
29.7 C
Jakarta
Rp0

Tidak ada produk di keranjang.

Jadilah Member Kami

Dapatkan konten Eksklusif yang menarik

― Advertisement ―

spot_img

6 Tempat Wisata Menyaksikan Sunset di Sulawesi Selatan

inspirasinusantara.id -- Sulawesi Selatan tak hanya kaya tradisi dan kuliner, tetapi juga menawarkan deretan tempat wisata yang menawan, terutama saat senja tiba. Di antara...
BerandaGaya HidupJejak Karbon Tersembunyi di Balik Paket Belanja Online 

Jejak Karbon Tersembunyi di Balik Paket Belanja Online 

inspirasinusantara.id — Apa yang tampak sebagai kemudahan dalam satu klik ternyata menyimpan harga mahal bagi planet ini. Di balik euforia diskon, pengiriman kilat, dan kemasan rapi yang tiba di depan pintu, tersembunyi jejak karbon yang terus membengkak—menggerogoti hutan, memenuhi TPA, dan memperparah emisi gas rumah kaca.

Di era serba cepat dan digital, belanja online telah menjadi pilihan utama jutaan orang di seluruh dunia. Namun, di balik kemudahan satu klik dan pengiriman instan, tersimpan jejak karbon yang kian membebani bumi.

Dilansir dari EARTH.ORG Laporan terbaru mengungkap bahwa lebih dari separuh penjualan ritel di negara dengan e-commerce terbesar dunia terjadi secara daring. Kemajuan pesat dalam akses internet dan sistem pembayaran digital menjadi pendorong utamanya.

Namun, kelompok lingkungan memperingatkan, kemewahan ini bukan tanpa konsekuensi ekologis. Di balik kemudahan dan kecepatan transaksi, belanja daring meninggalkan jejak karbon yang signifikan, mulai dari kemasan sekali pakai hingga emisi pengiriman yang terus meningkat.

Kemasan yang Menyisakan Luka bagi Bumi

Setiap kali sebuah produk dikemas, lingkungan membayar harga mahal. Diperkirakan 3 miliar pohon ditebang tiap tahun demi memproduksi karton pengiriman—setara 241 juta ton.

Baca juga : Jejak Karbon Daging: Ketika Sepiring Steak Menyumbang Puluhan Kilo Emisi

Di sisi lain, dari 86 juta ton kemasan plastik global, hanya sekitar 14% yang benar-benar didaur ulang. Ironisnya, satu produk rata-rata dibungkus dengan lebih dari dua lapis kemasan—kebanyakan berbahan campuran yang sulit diproses ulang dan menyumbang jejak karbon tinggi dalam siklus hidupnya.

Limbah ini terus menumpuk, sementara ruang di tempat pembuangan akhir semakin menyusut.

Ledakan Emisi dari Layanan Pengiriman Kilat

Dampak terbesar justru muncul dari pengiriman dan pengembalian barang. Tahun 2020, aktivitas ini menyumbang 37% dari total emisi gas rumah kaca di sektor e-commerce. Dan tren ini belum menunjukkan tanda melambat.

Prediksi menyebutkan bahwa pada 2030, akan ada 7,2 juta kendaraan pengiriman tambahan di jalanan—meningkat 36%. Hasilnya? Tambahan 6 juta ton CO2 per tahun dan waktu tempuh yang lebih panjang akibat kemacetan.

Permintaan akan pengiriman super cepat, seperti layanan same-day atau instant delivery, memperparah keadaan. Layanan ini tumbuh pesat—hingga 36% dan 17% tiap tahunnya.

Namun, di balik kecepatannya, tersembunyi jejak karbon yang besar. Truk pengiriman kerap berangkat dalam kondisi kosong atau hanya setengah terisi demi mengejar tenggat waktu.

Kemudahan mengembalikan produk juga berkontribusi pada emisi. Lebih dari 30% barang yang dibeli online dikembalikan, terutama dalam sektor fesyen.

“Sebanyak 92% konsumen bahkan mengaku lebih tertarik membeli jika proses pengembaliannya mudah—sebuah celah yang dimanfaatkan pelaku bisnis demi loyalitas pelanggan”. dikutip dari EARTH ORG.

Konsumen, Kunci Perubahan

Meskipun sejumlah perusahaan telah mulai berinovasi menuju rantai pasok yang lebih ramah lingkungan, perubahan besar tak akan berarti tanpa kesadaran dari konsumen.

Studi dari MIT menunjukkan bahwa jejak karbon belanja online bisa lebih rendah dibanding belanja langsung—kecuali jika melibatkan pengiriman cepat.

Dalam dunia yang kian panas dan sesak oleh limbah, perubahan nyata hanya bisa dimulai dari keputusan kecil—seperti memilih opsi pengiriman reguler, mengurangi pengembalian barang, dan mendukung brand yang menerapkan pengemasan berkelanjutan.

Sebab pada akhirnya, di balik setiap paket yang kita terima, ada jejak karbon yang tak terlihat—namun sangat nyata. (*/IN)