back to top
Rp0

Tidak ada produk di keranjang.

InspirasiNusantara.id “MENGEDUKASI, MENGINSPIRASI, MENGGERAKKAN”
31.2 C
Jakarta
Rp0

Tidak ada produk di keranjang.

Jadilah Member Kami

Dapatkan konten Eksklusif yang menarik

― Advertisement ―

spot_img

Kreasi Dangke hingga Talas Ubi Antar Enrekang Juara di B2SA Fest 2025

ENREKANG, inspirasinusantara.id — Di tengah keramaian Gedung Mulo, Makassar, Selasa siang, 18 November 2025, aroma dangke segar, talas ubi, dan olahan jawawut dari Kabupaten...
BerandaGaya HidupGaya Hidup Retro Gen Z, Romantisme di Era Digital

Gaya Hidup Retro Gen Z, Romantisme di Era Digital

inspirasinusantara.id – Di tengah gempuran teknologi dan derasnya tren fashion modern yang silih berganti, sebagian Generasi Z justru memilih langkah sebaliknya. Alih-alih mengikuti arus mode yang semakin futuristik, mereka membentuk gaya hidup yang menoleh ke masa lalu, merayakan keunikan dan nilai dari era yang pernah berjaya.

Di berbagai kota kreatif, anak-anak muda terlihat begitu antusias mengoleksi kaset film lawas, piringan hitam, kamera analog, hingga baju-baju bekas dari era 90-an. Sebuah pilihan yang pada pandangan pertama tampak tak lazim, namun sesungguhnya mencerminkan gaya hidup penuh makna yang lahir dari kerinduan akan hal-hal yang lebih autentik.

Fenomena ini bukan sekadar tren sesaat. Para ahli menyebut bahwa pilihan ini lahir dari kondisi yang disebut digital fatigue—sebuah kelelahan mental dan fisik akibat paparan teknologi yang berlebihan.

Menurut Global Web Index, sekitar 37 persen Gen Z menunjukkan ketertarikan aktif terhadap budaya era 1990-an. Hal ini terlihat dari gaya hidup mereka yang mulai mengoleksi musik, film, hingga perangkat teknologi lawas seperti walkman dan ponsel lipat.

Menariknya, sebagian besar dari mereka bahkan belum lahir saat teknologi tersebut berada di puncak kejayaannya. Namun justru di situlah daya tariknya—ada romantisme terhadap masa yang tidak mereka alami secara langsung, namun ingin mereka rasakan kembali melalui benda-benda retro.

Gaya Fashion Sebagai Ekspresi Diri

Di Makassar, fenomena serupa juga mulai tampak di kalangan mahasiswa. Salah satunya adalah Kahlil Abram, mahasiswa di salah satu perguruan tinggi negeri, yang secara konsisten mengusung gaya berpakaian retro sebagai bagian dari gaya hidupnya.

“Bagi saya, berpakaian retro bukan hanya soal nostalgia, tapi bentuk penghargaan terhadap sejarah mode yang telah berkembang sebelumnya,” ujar Kahlil saat ditemui Jumat (25/7/2025).

Ia menilai bahwa gaya retro tetap relevan dan menarik di tengah cepatnya pergantian tren fashion saat ini.

“Memang tren berpakaian sangat cepat berubah, bahkan sebelum kita sempat mengenalnya. Tapi bagi saya, berpakaian retro adalah cara untuk memberi ruang pada gaya-gaya lama agar tetap relevan dan menarik di era Gen Z,” lanjutnya.

Baca juga : Jejak Air Tersembunyi di Balik Gaya Hidup Digital Gen Z

Lebih dari sekadar pilihan estetika, bagi Kahlil, fashion retro adalah bentuk perlawanan terhadap tekanan sosial yang membentuk citra bahwa generasi muda harus selalu tampil modern dan kekinian.

“Retro bagi saya adalah bentuk perlawanan. Perlawanan terhadap tekanan sosial, ekspektasi, dan narasi yang mengatakan bahwa mahasiswa harus selalu tampil modern,” tegasnya.

Salah satu fashion item favorit Kahlil adalah celana cubray, jenis celana longgar yang pernah populer di era 70-90-an. Meski sering dianggap usang, baginya celana ini sarat makna sejarah.

“Celana cubray lahir dari semangat perlawanan dan dipakai oleh generasi yang berani bersuara. Itulah kenapa saya menganggap celana ini sangat menarik,” ujarnya.

Gaya Hidup yang Menghargai Sejarah

Tak hanya soal penampilan, Kahlil juga membawa pesan yang lebih dalam. Menurutnya, mahasiswa tidak hanya bertugas merancang masa depan, tetapi juga perlu belajar dari masa lalu.

“Kita sebagai mahasiswa bukan hanya sekadar mengejar masa depan, tetapi juga perlu menghargai dan belajar dari sejarah. Gaya retro adalah bagian dari itu,” ucapnya.

Ia mengaku pertama kali tertarik pada gaya retro sejak 2021. Namun, ia mulai konsisten mengadopsinya sejak memasuki bangku kuliah pada 2023.

“Saya pertama kali tertarik pada pakaian retro sejak 2021, tapi saya lebih sering memakainya sejak 2023 ketika saya mulai kuliah,” tambahnya.

Fenomena ini menggambarkan bahwa gaya hidup Gen Z tak melulu soal teknologi atau konten digital. Ada arus balik yang sedang terjadi: kebutuhan akan koneksi emosional, pencarian makna, dan ekspresi diri yang jujur.

Di situlah gaya retro menemukan panggungnya kembali—sebagai simbol resistensi, kebebasan berekspresi, dan bukti bahwa yang lama tak selalu usang.

“Retro bukan hanya gaya, tapi sikap. Sebuah cara Gen Z menghidupkan kembali memori kolektif masa lalu untuk melawan kejenuhan zaman yang serba cepat”. Tutup Kahlil. (*/IN)