inspirasinusantara.id — Ketika dunia sibuk berbicara tentang teknologi canggih untuk melawan krisis iklim, masyarakat pesisir di Indonesia Timur justru menemukan jawabannya dari tradisi lama. Dari ritual adat hingga pola pengelolaan laut yang diwariskan nenek moyang, mereka membuktikan bahwa kearifan lokal mampu menjadi tameng paling nyata menghadapi ancaman tenggelamnya pulau-pulau kecil.
Kawasan Indonesia Timur yang dikenal sebagai “etalase biru” Nusantara kini berada di garis depan ancaman krisis iklim. Banjir di pulau-pulau kecil, pemutihan karang, hingga abrasi pantai telah menguji ketahanan hidup masyarakat pesisir yang bergantung penuh pada laut.
Namun, di balik tekanan itu, ada harapan. Warga pesisir dan nelayan tradisional di berbagai pulau justru menghidupkan kembali praktik-praktik adat yang terbukti mampu menahan laju kerusakan ekosistem.
Tradisi sasi di Maluku, egek di Nusa Tenggara Timur, hingga hutan panganreang di Sulawesi Selatan menjadi contoh nyata bagaimana kearifan lokal dapat menjawab tantangan global.
Kearifan Lokal Jadi Solusi Hadapi Krisis Iklim
Dilansir dari Kompas.com Direktur Yayasan Konservasi Laut (YKL) Indonesia, Nirwan Dessibali, menyebut mekanisme tradisional masyarakat terbukti ampuh dalam menghadapi krisis iklim. Salah satunya terlihat pada praktik buka-tutup penangkapan gurita di perairan Pulau Langkai dan Lanjukang, Makassar.
Dengan sistem ini, nelayan hanya boleh menangkap di periode tertentu, sehingga ekosistem memiliki waktu untuk pulih.
Baca juga : Krisis Iklim dan Keadilan Sosial: Indonesia di Persimpangan Jalan
Hasilnya, dalam beberapa tahun terakhir tutupan terumbu karang meningkat hingga 15 persen. Nelayan pun merasakan manfaat langsung, karena gurita yang ditangkap berukuran lebih besar dan bernilai ekonomi tinggi.
Peningkatan pendapatan nelayan bahkan mencapai 56,6 persen, sementara risiko melaut berkurang karena lokasi tangkapan lebih dekat dengan daratan.
Menjaga Laut, Menjaga Kehidupan
Solusi untuk menjaga keseimbangan jelas bukan sekadar soal infrastruktur, melainkan juga menghargai praktik tradisional yang telah diwariskan turun-temurun.
Penguatan ekonomi lokal dan dukungan terhadap kearifan masyarakat adalah kunci agar generasi mendatang tetap bisa menikmati ikan bakar di meja makan tanpa kehilangan ruang hidupnya. Dengan begitu, masyarakat pesisir bisa tetap sejahtera meski krisis iklim kian mengancam. (*/IN)