back to top
Rp0

Tidak ada produk di keranjang.

InspirasiNusantara.id “MENGEDUKASI, MENGINSPIRASI, MENGGERAKKAN”
29.9 C
Jakarta
Rp0

Tidak ada produk di keranjang.

Jadilah Member Kami

Dapatkan konten Eksklusif yang menarik

― Advertisement ―

spot_img

Eco-anxiety : Anak Muda Makassar dan Kecemasan Iklim

Generasi muda Makassar tumbuh di tengah krisis iklim dan kecemasan yang tak mereka ciptakan. Dari gawai, kelas, hingga ruang keluarga, kekhawatiran mereka tak selalu...
BerandaRagamDPR RI Komisi I Syamsul Rizal dan Kegelisahan Akan Masa Depan Jurnalisme:...

DPR RI Komisi I Syamsul Rizal dan Kegelisahan Akan Masa Depan Jurnalisme: Regulasi Harus Diperbarui

IN, MAKASSAR — Suasana di sekretariat Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Makassar siang itu terasa akrab namun penuh keprihatinan, Sabtu (10/5/2025). Di tengah ruangan sederhana yang biasa menjadi tempat berkumpul para pewarta, hadir seorang tamu yang tak asing bagi dunia politik dan media di Sulawesi Selatan, Syamsul Rizal, anggota DPR RI Komisi I, yang lebih dikenal dengan nama Deng Ical.

Kedatangannya bukan sekadar silaturahmi. Ada keresahan yang ingin dibagikan. Keresahan tentang jurnalisme hari ini, dan kekhawatiran akan masa depannya.

BACA JUGA: Pers di Ujung Tanduk: Ketika Jurnalis di Makassar Bertahan dalam Ketidakpastian

“Dunia jurnalisme sekarang menghadapi ancaman yang ekstrem,” ujarnya membuka percakapan. Ia berbicara perlahan namun tegas, seolah ingin menegaskan bahwa ini bukan hanya soal profesi, tetapi tentang nilai yang lebih dalam.

“Jangan sampai dunia jurnalisme sekarang dan nantinya tinggal kenangan,” katanya.

Bagi Deng Ical, profesi jurnalis bukan sekadar penyampai kabar. Ada etika yang membedakan jurnalis dari keramaian penyebar informasi di media sosial. Namun, di era banjir informasi ini, batas antara jurnalisme dan konten viral semakin kabur.

“Code of conduct harus menjadi dasar,” ucapnya. “Sekarang, banyak yang menyebarkan informasi tanpa keinginan untuk mencerdaskan masyarakat,” tambahnya.

Ia menyoroti peran citizen reporter, yang kini muncul bak jamur di musim hujan. Fenomena ini, menurutnya, bukan sepenuhnya buruk. Tapi tanpa panduan yang jelas, ia bisa menjadi bumerang. Informasi bisa menjadi liar, dan publik kehilangan penuntun. “Jurnalisme sejati,” katanya, “adalah yang menghasilkan informasi produktif dan berkontribusi positif bagi masyarakat,” tuturnya.

BACA JUGA: Pers Hanya Didengar Ketika Berkerumun

Karena itu, Deng Ical mengusulkan peninjauan ulang terhadap regulasi yang selama ini menjadi landasan kerja dunia pers. Ia menyebut UU Pers dan UU Penyiaran sebagai dua regulasi yang perlu dibenahi agar lebih sesuai dengan perkembangan teknologi dan dinamika media sosial saat ini.

“Dunia jurnalisme harus ditata ulang agar adaptif terhadap perkembangan teknologi. Sekarang, Rapat Panja Komisi I sedang bergulir,” jelasnya.

Tapi baginya, regulasi bukan hanya soal pengawasan. Itu juga tentang perlindungan. Tentang mengembalikan martabat profesi yang kian tergerus oleh ketidakpastian ekonomi dan tekanan media digital. “Kita ingin jurnalis hidup layak karena mereka punya kode etik dan standar yang harus dipenuhi,” ucapnya, menandaskan bahwa profesionalisme harus dibarengi dengan kesejahteraan.

Di ruangan itu, Deng Ical bukan satu-satunya yang bersuara. Ardiansyah, Sekretaris AJI Makassar, mendengarkan dengan penuh perhatian. Ia tahu betul apa yang sedang dibicarakan. Di balik setiap berita yang dimuat, ada wartawan yang tengah berjuang melawan PHK, upah rendah, hingga ancaman kehilangan identitas profesi.

“Media harus punya aturan yang jelas agar bisa bertahan,” katanya. “Dan jurnalis yang bekerja di dalamnya punya profesi yang jelas pula,” tambahnya.

Ardiansyah menyambut baik niat penguatan regulasi jurnalisme. Tapi ia mengingatkan, semua itu harus sejalan dengan prinsip-prinsip profesionalisme yang dijunjung tinggi oleh AJI. Regulasi yang kuat, menurutnya, akan menciptakan ekosistem media yang lebih sehat dan berdaya tawar tinggi.

“Kalau media punya posisi istimewa, jurnalisnya juga bisa lebih sejahtera,” katanya.

Ia juga menekankan pentingnya jenjang karier yang jelas melalui pelatihan dan sertifikasi profesi seperti UKW dan UKJ. Bagi Ardiansyah, ini bukan hanya soal pengakuan, tapi juga soal membentuk kepercayaan publik yang kini mulai goyah.

“Dengan jenjang yang jelas. Jurnalis bisa diakui profesionalismenya,” tuturnya. (mg1/IN)