back to top
Rp0

Tidak ada produk di keranjang.

InspirasiNusantara.id “MENGEDUKASI, MENGINSPIRASI, MENGGERAKKAN”
32 C
Jakarta
Rp0

Tidak ada produk di keranjang.

Jadilah Member Kami

Dapatkan konten Eksklusif yang menarik

― Advertisement ―

spot_img

Ketika Kebencian Menjadi Sebuah Seni

Judul Buku : Malice Pengarang : Keigo Higashino Alih Bahasa : Faira Ammadea Editor : Rara Desain Sampul : Martin Dima Penerbit : Gramedia Pustaka Utama, anggota IKAPI Tahun Terbit...
BerandaSastraKetika Kebencian Menjadi Sebuah Seni

Ketika Kebencian Menjadi Sebuah Seni

Judul Buku : Malice

Pengarang : Keigo Higashino

Alih Bahasa : Faira Ammadea

Editor : Rara

Desain Sampul : Martin Dima

Penerbit : Gramedia Pustaka Utama, anggota IKAPI

Tahun Terbit (edisi pertama) : 2020

Cetakan ke-10 : November 2023

ISBN : 978-602-06-3932-1

ISBN Digital : 978-602-06-3933-8

Ukuran : 20 cm

Halaman : 304 hlm

Harga : Rp99.000

MAKASSAR, Inspirasinusantara.id — Benci kadang muncul dengan sangat menakutkan, bukan hanya sebagai perasaan biasa, melainkan sesuatu yang bisa berubah menjadi sebuah seni yang rumit dan penuh makna.

Kebencian itu sebenarnya hal yang wajar dirasakan oleh banyak orang, tapi dalam novel Malice, kebencian digambarkan lebih dari sekadar emosi negatif. Ia diolah dengan sangat hati-hati menjadi alat yang cerdik, sebuah seni untuk mengendalikan situasi dan menciptakan misteri yang memukau.

Baca juga: Cerita Ibu Herdianti dan Jejak Karbon di Piring Prasmanan Makassar

Keigo Higashino dalam Malice tidak sekadar menyuguhkan misteri pembunuhan biasa. Ia merangkai sebuah kisah yang dalam, perlahan, dan menyusup ke psikologi tokohnya, terutama bagaimana kebencian bisa menjelma menjadi seni manipulasi yang rumit.

Alih-alih meledak-ledak, kebencian dalam novel ini tumbuh diam-diam. Ia tidak hanya menjadi emosi, tetapi berubah menjadi alat perancang alibi, pencipta narasi, dan pengendali simpati pembaca.

Di balik cerita pembunuhan yang seolah sederhana, tersembunyi lapisan demi lapisan motif dan kepalsuan, yang perlahan dikupas oleh Detektif Kaga dengan ketekunan yang luar biasa.

Salah satu tokoh yang paling mencuri perhatian adalah seorang penulis tenang yang tampak biasa saja. Namun, lewat tulisannyalah, benang-benang misteri mulai membelit.

Ia mampu membungkus kebohongan seolah-olah sebagai kebenaran, memainkan narasi demi membentuk realitas sesuai kebenciannya. Yang membuatnya menarik bukan hanya tindakannya, tetapi bagaimana semuanya dilakukan dengan logika, strategi, dan ketenangan luar biasa. Ia tidak terlihat seperti monster dan justru karena itulah, ia mengerikan.

Melalui sosok ini, kita diajak merenung: sejauh mana kecerdasan manusia bisa berubah menjadi senjata ketika dikendalikan oleh kebencian dan iri hati? Novel ini mengingatkan bahwa tanpa kendali moral, bahkan kemampuan terbaik seseorang bisa menjadi alat perusak yang sangat canggih.

Dalam psikologi, ada istilah motivated reasoning, ketika seseorang menyusun alasan untuk membenarkan apa yang ingin mereka percayai.

Konsep ini terasa hidup dalam Malice, di mana kebencian dijadikan fondasi untuk menyusun “logika pribadi” yang terlihat masuk akal. Tapi kebenaran sejati? Hanya terkuak perlahan lewat detail-detail kecil yang tersebar, seolah tak penting, namun ternyata adalah kunci.

Saya sangat mengagumi bagaimana Higashino menyusun plotnya. Setiap potongan teka-teki terasa pas. Plot twistnya mengejutkan tapi logis, dan tokoh-tokohnya tidak hanya kuat, tetapi juga realistis dalam kebingungan dan ambisinya.

Detektif Kaga pun hadir sebagai sosok yang sabar, tajam, dan tak mudah terprovokasi, menjadikan proses pengungkapan kebenaran terasa memuaskan.

Saya rasa, nilai 9/10 untuk novel Malice sangat layak saya berikan. Novel ini sangat cocok bagi pembaca yang menyukai misteri psikologis yang dalam, karakter cerdas dan manipulatif, alur perlahan dengan ketegangan yang dibangun pelan-pelan, serta narasi yang rapi, logis, dan penuh kejutan.

Namun, bagi kamu yang lebih menyukai cerita dengan aksi cepat dan langsung ke inti, novel ini mungkin akan terasa lambat, terlalu banyak narasi, dan cukup berat karena membutuhkan konsentrasi untuk mengikuti detail-detail kecil yang tersebar di sepanjang cerita.

Setelah membaca novel ini, saya merasa sangat kagum pada Keigo Higashino, bagaimana ia membentuk karakter Nonoguchi yang begitu cerdas dalam menyusun kebohongan lewat tulisan, serta bagaimana Detektif Kaga menguraikan semuanya secara perlahan tapi pasti, hingga kebenaran muncul secara utuh dan memuaskan.

Malice adalah novel yang bukan hanya menceritakan sebuah kejahatan, tetapi menyelami sisi terdalam emosi manusia, terutama kebencian.

Ia menunjukkan bagaimana sebuah emosi bisa berubah menjadi alat manipulasi yang dingin namun efektif.

Lewat tokoh-tokoh yang kuat dan plot yang cerdas, Keigo Higashino menyuguhkan sebuah kisah yang tidak mudah dilupakan.

Penulis: Yuhyi, Mahasiswa Sastra Jepang