INSPIRASI NUSANTARA–Lahan basah di Sulawesi Selatan bukan sekadar hamparan rawa atau hutan mangrove semata. Lebih dari itu, ekosistem ini menjadi sumber kehidupan bagi masyarakat, dari sektor pertanian hingga pariwisata. Tak hanya sebagai lumbung pangan, lahan basah juga menjadi benteng alami dalam menjaga keseimbangan lingkungan.
Sulawesi Selatan memiliki lahan basah yang berperan penting dalam kehidupan masyarakat. Selain sebagai sumber pangan, ekosistem ini juga dimanfaatkan untuk pariwisata serta berkontribusi dalam menjaga keseimbangan lingkungan.
Dengan lanskap yang meliputi rawa, danau, hutan mangrove, hingga daerah pesisir, lahan basah di wilayah ini menjadi sumber daya alam yang kaya dan telah dimanfaatkan secara turun-temurun. Selain menjadi lumbung pangan, lahan basah juga berfungsi sebagai penyerap karbon alami dan penahan banjir, terutama di daerah pesisir dan dataran rendah.
Dilansir dari Lindungihutan, Lahan basah memiliki kandungan udara yang tinggi dan termasuk lahan subur. Ciri dan karakteristik lahan utama basah adalah muka air yang dangkal, dekat dengan permukaan tanah, serta memiliki vegetasi yang khas.
Masyarakat di berbagai daerah di Sulawesi Selatan telah mengembangkan berbagai cara kreatif dalam memanfaatkan lahan basah secara berkelanjutan. Berikut adalah beberapa cara pemanfaatan lahan basah yang dilakukan masyarakat Sulawesi Selatan:
1. Pertanian Padi
Lahan basah yang subur dengan ketersediaan air yang melimpah dimanfaatkan untuk budidaya padi, terutama di dataran rendah dan rawa pasang surut. Masyarakat juga menerapkan sistem irigasi tradisional untuk mengatur pasokan air, memastikan hasil pertanian tetap optimal sepanjang tahun.
2. Perikanan Air Tawar
Selain sebagai lahan pertanian, lahan basah juga dimanfaatkan untuk budidaya ikan air tawar seperti nila, lele, dan bandeng. Sistem mina-padi, yakni kombinasi antara pertanian padi dan budidaya ikan di sawah, diterapkan untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi penggunaan lahan.
3. Pengelolaan Hutan Mangrove
Di kawasan pesisir, hutan mangrove menjadi ekosistem penting bagi masyarakat. Mangrove tidak hanya menjadi tempat berkembang biak ikan dan kepiting bakau yang bernilai ekonomi, tetapi juga berfungsi sebagai penahan abrasi. Pemanfaatan kayu mangrove pun dilakukan secara terbatas dan berkelanjutan, baik untuk bahan bangunan maupun bahan bakar.
4. Ekowisata dan Pariwisata Alam
Keindahan alam lahan basah, seperti danau, rawa, dan hutan mangrove, dikembangkan sebagai destinasi ekowisata yang menarik wisatawan. Aktivitas wisata perahu, pengamatan burung, hingga eksplorasi hutan bakau menjadi daya tarik utama bagi pengunjung yang ingin menikmati pesona alam sekaligus mendukung pelestarian lingkungan.
5. Penyerapan Karbon dan Pengendalian Banjir
Lahan basah berperan penting dalam menyerap karbon dan mengurangi dampak perubahan iklim. Masyarakat mulai aktif dalam upaya konservasi, seperti menanam kembali vegetasi asli dan menjaga ekosistem agar tetap berfungsi sebagai penyerap air alami untuk mencegah banjir.
6. Pemanenan Tanaman Liar Bernilai Ekonomi
Beberapa jenis tanaman liar yang tumbuh di lahan basah juga dimanfaatkan sebagai sumber ekonomi. Daun pandan dan nipah, misalnya, digunakan untuk membuat anyaman dan kerajinan tangan, sementara tanaman air seperti kangkung dan enceng gondok diolah menjadi bahan pangan serta pakan ternak.
7. Sumber Air Bersih untuk Kebutuhan Sehari-hari
Air dari lahan basah menjadi sumber kehidupan bagi masyarakat sekitar. Selain untuk irigasi dan peternakan, beberapa daerah juga memanfaatkan air rawa yang diolah menjadi air bersih untuk konsumsi sehari-hari.
Pemanfaatan lahan basah harus dilakukan dengan prinsip keberlanjutan agar tidak mengancam ekosistemnya. Dengan menjaga keseimbangan antara eksploitasi dan konservasi, masyarakat dapat terus menikmati manfaat lahan basah, baik dari segi ekonomi maupun kelestarian lingkungan, demi generasi mendatang. (fit/in)