MAKASSAR, inspirasinusantara.id — Pemerintah Kota (Pemkot) Makassar di bawah kepemimpinan Wali Kota Munafri Arifuddin memperkuat langkah strategis penanganan kemacetan di kawasan Jembatan Barombong, Jalan Metro Tanjung Bunga. Langkah ini menjadi bagian dari kebijakan pembangunan infrastruktur perkotaan yang berorientasi pada konektivitas wilayah dan efisiensi mobilitas masyarakat.
Selama bertahun-tahun, ruas jalan penghubung antara Kota Makassar dan Kabupaten Takalar tersebut menjadi titik padat lalu lintas akibat sempitnya jembatan yang hanya memiliki lebar sekitar enam meter. Untuk itu, Pemkot Makassar menyiapkan rencana pembebasan lahan dan pembangunan jembatan baru sebagai solusi jangka panjang.
Wali Kota Munafri bersama jajaran turun langsung meninjau lokasi, didampingi Sekda Kota Makassar, Camat Tamalate, Kadis Pertanahan, dan Tim Ahli Pemkot Makassar, Hudli Huduri, guna memastikan kesiapan teknis serta percepatan proses administrasi pembebasan lahan.
“Hari ini kami memastikan langkah percepatan perencanaan dan pembebasan lahan untuk pembangunan jembatan penghubung yang selama ini menjadi titik macet,” jelas Munafri.
Pendekatan Kolaboratif dan Terpadu
Dalam pelaksanaannya, Pemkot Makassar menerapkan pola kolaborasi lintas lembaga, dengan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan dan Balai sebagai pelaksana pembangunan fisik jembatan. Sementara Pemkot Makassar berfokus pada penyiapan dan pembebasan lahan.
“Pembangunannya dibagi dua. Balai dan Pemprov menangani konstruksi jembatan, sementara Pemkot menyiapkan lahan untuk landasan,” terang Munafri.
Kebijakan ini menjadi cerminan pendekatan governance-based development, di mana setiap pemangku kepentingan memiliki peran jelas dalam mempercepat realisasi proyek publik strategis.
Dampak dan Arah Kebijakan Mobilitas
Jembatan Barombong, dengan panjang sekitar 350 meter, menjadi simpul penting arus transportasi antara Makassar dan Takalar. Pembangunan jembatan baru yang direncanakan memiliki kapasitas lebih besar di sisi Tanjung Merdeka akan memperkuat konektivitas antarwilayah dan mendukung kawasan selatan Makassar sebagai koridor ekonomi strategis.
Munafri menegaskan, kebijakan ini bukan hanya soal infrastruktur fisik, tetapi juga tentang pemerataan akses, peningkatan efisiensi logistik, dan kenyamanan publik.
“Kami ingin memastikan bahwa pembangunan ini membawa manfaat langsung bagi masyarakat. Kemacetan yang bertahun-tahun terjadi di kawasan ini harus segera terurai,” tegasnya.
Pemkot Makassar menargetkan proses pembahasan teknis dan administrasi selesai pada akhir 2025, dengan pelaksanaan proyek dimulai pada awal 2026.
“Kami terus berkoordinasi dengan Pemprov, Balai, dan pihak pengembang GMTD agar proyek ini bisa segera dimulai,” tutup Munafri.
Langkah cepat dan terukur ini memperlihatkan arah kebijakan transportasi perkotaan yang berorientasi pada solusi konkret, kolaboratif, dan berkelanjutan, sejalan dengan visi Pemkot Makassar dalam membangun kota yang responsif terhadap kebutuhan masyarakat dan tantangan mobilitas modern. (*/IN)



