IN, MAKASSAR — Chief Human Capital Officer (CHCO) PT Vale Indonesia Tbk (PT Vale), Adriansyah Chaniago, menegaskan bahwa prinsip People, Planet, dan Profit (3P) merupakan landasan utama yang dipegang teguh dalam bisnis pertambangan PT Vale.
Hal ini disampaikan saat ia menjadi pembicara dalam diskusi bertema “Sinergi Pengusaha dan Pemerintah dalam Menghadapi Transisi Energi yang Berkeadilan” yang diadakan oleh Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sulawesi Selatan di Hotel Claro Makassar, Selasa, 8 Oktober 2024.
Industri pertambangan dan sektor industrinya harus dijalankan berdasarkan prinsip keadilan. Pertambangan harus memberikan manfaat bagi masyarakat, lingkungan, dan keuntungan yang diperoleh juga harus digunakan untuk upaya pelestarian lingkungan.
Diskusi ini merupakan bagian dari rangkaian Rapat Kerja dan Konsultasi Provinsi Apindo Sulawesi Selatan yang dibuka oleh Sekretaris Daerah Provinsi Sulawesi Selatan, Jufri Rahman. Acara ini juga dihadiri oleh Ketua Bidang Organisasi DPN Apindo Anthony Hilman, Ketua Apindo Sulsel Suhardi, Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Indonesia (IMA) Hendra Sinadia, Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia Sulawesi Selatan Ricky Satria, Direktur Pengawasan OJK Budi Susetyo, Director of External Relation & Corporate Affairs PT Vale Indonesia Endra Kusuma, serta para pengurus dan ketua asosiasi usaha di Sulawesi Selatan.
Dalam diskusi yang dipandu oleh Wartawan Senior Andi Suruji, Adriansyah menyampaikan bahwa keadilan di industri pertambangan dapat tercapai dengan menerapkan konsep keberlanjutan (sustainability).
“Kami sudah lama memegang prinsip 3P, yaitu People, Planet, dan Profit. Selain mengejar keuntungan, kita juga harus memperhatikan masyarakat dan lingkungan sebelum berfokus pada ekonomi. Jika ketiga prinsip ini diterapkan, maka keadilan dapat diwujudkan,” ungkap Adriansyah.
Ia menjelaskan bahwa untuk mewujudkan transisi energi yang berkeadilan, PT Vale telah menggunakan energi terbarukan berupa tiga pembangkit listrik tenaga air dengan total kapasitas 365 megawatt.
“Energi dari tiga pembangkit listrik ini digunakan dalam industri yang mampu menghasilkan sekitar 70 ribu ton nikel matte per tahun. Namun, tantangannya adalah tidak semua daerah memiliki fasilitas pembangkit listrik tenaga air (PLTA) seperti ini,” tambah Adriansyah.
Ia juga menekankan bahwa sektor pertambangan adalah sektor yang paling banyak membutuhkan energi dan menghasilkan limbah, terutama karena aktivitasnya berada di hulu. “Sebagai contoh, nikel laterit yang kami olah hanya memiliki kandungan nikel sekitar 1,7 hingga 1,8 persen, sedangkan sisanya menjadi limbah. Berbeda dengan industri hilir seperti pabrik kendaraan listrik atau baterai, yang menghasilkan limbah lebih sedikit,” jelasnya.
Oleh karena itu, agar industri pertambangan mineral dapat berjalan secara adil, prinsip keberlanjutan harus diterapkan. Adriansyah menjelaskan bahwa PT Vale mengimplementasikan nilai-nilai People, Planet, dan Profit melalui berbagai langkah konkret.
Misalnya, PT Vale menjaga kebersihan Danau Matano yang berada di dekat area operasinya selama lebih dari 50 tahun. Selain itu, PT Vale juga melakukan rehabilitasi lahan hutan secara progresif baik di dalam maupun di luar area konsesi, dengan luas tiga kali lipat dari total lahan yang dieksplorasi perusahaan. Reforestasi juga dilakukan di 17 wilayah di Sulawesi Selatan, 6 wilayah di Sulawesi Tenggara, 2 wilayah di Sulawesi Tengah, 3 wilayah di Jawa Barat, dan 2 wilayah di Bali.
Upaya ini mendapat pengakuan berupa Proper Hijau dari Kementerian Lingkungan Hidup serta Penghargaan Good Mining Practices dari Kementerian ESDM.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Indonesia (IMA), Hendra Sinadia, menegaskan bahwa sektor pertambangan telah menjadi penopang utama ekonomi Indonesia, terutama di masa-masa sulit.
Ketua Komite Tambang dan Mineral Apindo Bidang ESDM ini menjelaskan bahwa selama pandemi Covid-19, sektor pertambangan tetap tumbuh dan membantu Indonesia menghindari resesi berkepanjangan. “Saat krisis keuangan global tahun 2008, banyak negara mengalami defisit. Namun, Indonesia tidak mengalami defisit berkat sektor pertambangan,” ungkapnya.
Hendra juga menyebutkan bahwa kontribusi sektor pertambangan kepada negara melalui pajak, PNBP, royalti, dan bagi hasil mencapai sekitar 65 persen, bahkan kini bisa mencapai 70 hingga 75 persen.
Tidak hanya itu, perusahaan tambang juga berkontribusi dalam pembangunan infrastruktur. “Saya ingat, saat PT INCO membangun jalan, jembatan, bendungan, hingga bandara. Saat infrastruktur di banyak daerah belum memadai, jalanan di Sorowako sudah mulus,” ujarnya.
Kolaborasi dengan Apindo, PT Vale Konsisten Mendukung UMKM
Ketua Apindo Sulawesi Selatan, Suhardi, menyampaikan apresiasi atas dukungan yang selalu diberikan PT Vale terhadap berbagai kegiatan Apindo Sulsel.
“PT Vale adalah perusahaan yang memiliki visi yang sejalan dengan Apindo, selalu berkontribusi aktif dalam pengembangan ekonomi Sulawesi Selatan, khususnya bagi masyarakat sekitar. Saya rasa luar biasa, ada perusahaan yang selalu mendukung kegiatan Apindo, termasuk acara ini. PT Vale juga berkontribusi dalam pembinaan UMKM di Luwu Timur dengan membuka booth di sentra UMKM Apindo Sulsel,” ungkapnya.
Mengenai sentra UMKM dan pusat oleh-oleh yang diisi oleh booth PT Vale, Head of External Relation PT Vale Endra Kusuma menjelaskan bahwa dalam kurun waktu satu tahun, booth tersebut telah banyak membantu UMKM binaan meningkatkan omzet mereka.
“Alhamdulillah, dalam waktu kurang lebih setahun, produk-produk UMKM sudah lebih dikenal, tidak hanya di Luwu Timur tetapi juga di Sulawesi Selatan. Dari sisi penjualan, omzet UMKM meningkat secara signifikan karena mereka memperoleh pendapatan 100 persen dari hasil penjualan di booth tersebut,” tuturnya. (*/IN)