INSPIRASI NUSANTARA– Saat bulan Ramadan, banyak orang memilih untuk tidur lebih lama guna menghindari rasa lapar dan haus. Namun, para ulama menjelaskan bahwa tidur berlebihan justru bisa mengurangi esensi puasa.
Saat bulan Ramadan tiba, sebagian orang memilih untuk tidur sepanjang hari dengan alasan merasa lemas atau menghindari perbuatan maksiat. Tak jarang, mereka berpegang pada hadis yang menyebutkan bahwa “tidurnya orang berpuasa adalah ibadah” (HR Baihaqi).
BACA JUGA: Jaga Pola Tidur Selama Ramadan: Hindari Waktu-Waktu Ini
Dilansir dari laman NU Online, salah satu hadis yang populer tiap Bulan Suci Ramadan tiba adalah hadis riwayat (HR) Baihaqi yang menyatakan bahwa tidurnya orang berpuasa adalah ibadah.
Berikut bunyi hadist tersebut.
نَوْمُ الصَّائِمِ عِبَادَةٌ وَصُمْتُهُ تَسْبِيْحٌ وَعَمَلُهُ مُضَاعَفٌ وَدُعَاؤُهُ مُسْتَجَابٌ وَذَنْبُهُ مَغْفُوْرٌ
“Tidurnya orang puasa adalah ibadah, diamnya adalah tasbih, amal ibadahnya dilipatgandakan, doanya dikabulkan, dan dosanya diampuni” (HR Baihaqi).
Namun, hadis ini kerap disalahpahami. Banyak yang menjadikannya alasan untuk tidak melakukan aktivitas apapun selama berpuasa, padahal dalam ajaran Islam, puasa seharusnya tetap disertai dengan produktivitas dan ibadah lainnya.
Tidur Berlebihan Saat Puasa Tidak Dianjurkan
Imam al-Ghazali dalam kitab Ihya’ Ulumid Din menjelaskan bahwa berpuasa sebaiknya tidak diiringi dengan terlalu banyak tidur di siang hari. Sebab, merasakan lapar dan haus justru dapat membuat hati lebih jernih dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.
“Sebagian dari tata krama puasa adalah tidak memperbanyak tidur di siang hari, hingga seseorang merasakan lapar dan haus serta lemahnya kekuatan, dengan demikian hati akan menjadi jernih.” (Ihya’ Ulumid Din, Juz 1, Hal. 246)
Dari penjelasan ini, dapat disimpulkan bahwa tidur berlebihan justru mengurangi esensi dari ibadah puasa itu sendiri.
Tidur Bisa Bernilai Ibadah, Tapi Ada Syaratnya
Berdasarkan kitab Ittihaf Sadat al-Muttaqin, tidur bisa dianggap ibadah jika dilakukan untuk menjaga kebugaran tubuh agar mampu menjalankan ibadah lainnya. Artinya, tidur tidak boleh dijadikan alasan untuk bermalas-malasan sepanjang hari.
“Tidurnya orang puasa adalah ibadah, napasnya adalah tasbih, dan diamnya adalah hikmah. Hadits ini menunjukkan bahwa meskipun tidur merupakan inti dari kelupaan, namun setiap hal yang dapat membantu seseorang melaksanakan ibadah maka juga termasuk sebagai ibadah.” (Ittihaf Sadat al-Muttaqin, Juz 5, Hal. 574)
Selain itu, Syekh Nawawi al-Bantani dalam kitab Tanqih al-Qul al-Hatsits menambahkan bahwa tidur bisa menjadi ibadah jika seseorang tidak mencampuri puasanya dengan perbuatan maksiat, seperti ghibah atau perkataan buruk.
“Hadits ‘tidurnya orang berpuasa adalah ibadah’ ini berlaku bagi orang berpuasa yang tidak merusak puasanya, misal dengan perbuatan ghibah. Tidur meskipun merupakan inti kelupaan, namun akan menjadi ibadah sebab dapat membantu melaksanakan ibadah.” (Tanqih al-Qul al-Hatsits, Hal. 66)
Tidur Saat Puasa Bukan Alasan untuk Bermalas-malasan
Tidur selama berpuasa memang bisa bernilai ibadah, tetapi ada syaratnya. Tidur harus dilakukan dengan niat menjaga energi agar bisa menjalankan ibadah lainnya dan tidak disertai dengan perbuatan maksiat. Jika tidur justru dijadikan alasan untuk bermalas-malasan, maka seseorang bisa kehilangan kesempatan untuk mendapatkan pahala puasa yang lebih besar.
Puasa Ramadan bukan sekadar menahan lapar dan haus, tetapi juga menjadi momen untuk meningkatkan ibadah dan produktivitas. Oleh karena itu, daripada tidur sepanjang hari, lebih baik mengisi waktu dengan kegiatan bermanfaat seperti membaca Al-Qur’an, berdzikir, atau berbuat kebaikan kepada sesama. (*/IN)