IN, MAKASSAR – Koalisi Aktivis Perempuan Sulsel atau KAPSS telah mendalami salah satu kasus kekerasan seksual yang terjadi pada Sabtu tanggal 2 Maret 2023 di kabupaten Gowa. Dalam kasus ini, salah satu anak pejabat di Gowa menjadi tersangka.
“Mengingat kekerasan seksual adalah kejahatan kemanusiaan, olehnya itu, sebagai pihak yang konsern terhadap penghapusan Kekerasan terhadap Perempua n, maka KAPSS merasa penting untuk Mengawal proses penanganan kasus tersebut,” ucap Lusia Palulungan salah satu anggota KAPSS dalam siaran tertulisnya yang dikutip Selasa (05/03/2024)
Sebelumnya ia menceritakan kalau berdasarkan pemberitaan media sosial, telah terjadi Kekerasan Seksual (Perkosaan) yang dilakukan seorang laki-laki (UC) terhadap korban (NM) bersama 2 (dua) orang temannya. Dalam berita itu dituliskan bahwa kedua temannya bersembunyi di bagasi mobil pelaku, dimana mobil tersebut adalah mobil dinas pemerintah kabupaten Gowa.
Nah berdasarkan informasi tersebut maka Koalisi Aktivis Perempuan Sulsel atau KAPSS melakukan pendalaman kasus dan menyimpulkan pernyataan sikap koalisi aktivis yang terdiri dari lima organisasi yakni ICJ Makassar, YASMIB Sulawesi, Dewi Keadilan Sulawesi Selatan, Generasi Milenial Independen Indonesia, Koalisi Perempuan Indonesia Wilayah Sulsel dan PHW Perempuan Aman Sulsel.
“Kami Koalisi Aktivis Perempuan Sulsel telah mendeteksi bahwa koban NM adalah korban. Pelaku dan korban pernah menjalin hubungan pacaran, dan hal tersebut tidak dapat menjadi justifikasi bahwa terdapat persetujuan korban karena status hubungan tersebut,” ucapnya dalam siaran tertulis yang dikutip Selasa (05/03/2024).
Selanjutnya Lusia menyampaikan dukungannya dan mendesak aparat penegak hukum untuk menangani perkara ini secara profesional, independen dan mengutamakan kepentingan terbaik bagi korban.
“Tidak hanya itu, kami juga mendorong aparat penegak hukum untuk menggunakan UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual selain penerapan pasal 285 KUHP tentang Pemerkosaan,” bebernya.
Aparat penegak hukum juga diharapkan dapat menerapkan pasal 15 (f): dilakukan oleh 2 (dua) orang atau lebih dengan bersekutu; akan dikenai pemberatan 1/3 dari pidana pokok.
Lalu, aparat penegak hukum juga memperhatikan pasal 16 UU Nomor 22/2022. Selain pidana penjara, pidana denda, atau pidana lainnya menurut ketentuan Undang-Undang, hakim wajib menetapkan besarnya Restitusi terhadap Tindak Pidana Kekerasan Seksual yang diancam dengan pidana penjara 4 (empat) tahun atau lebih.
Bahwa Pemerkosaan termasuk dalam kategori delik biasa/umum, maka perdamaian antara pelaku dan korban, tidak dapat menghalangi atau menghentikan proses hukum. Aparat penegak hukum dan pemerintah daerah wajib memperhatikan dan memberikan pemenuhan hak korban berupa Pelindungan, Penanganan dan Pemulihan pada setiap proses penanganan kasus ini.
“Kami juga berharap aparat penegak hukum dan semua pihak, perlu memperhatikan Pasal 19 UU Nomor 12/2022 tentang setiap Orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan/atau pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka, terdakwa, atau Saksi dalam perkara Tindak Pidana Kekerasan Seksual, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun,” jelas Lusia.
KAPSS juga meminta pemerintah Kabupaten Gowa menelusuri kasus ini, karena didalamnya ada indikasi penyalahgunaan fasilitas negara untuk melakukan kejahatan dan pelanggaran hukum. “Mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk menjalankan perannya dengan baik sebagaimana amanat UU Nomor 12/2022 yang mengatur tentang partisipasi masyarakat untuk menciptakan lingkungan yang kondusif dan melakukan pengawasan terhadap penanganan kasus yang terjadi,” bebernya.