back to top
Rp0

Tidak ada produk di keranjang.

InspirasiNusantara.id “MENGEDUKASI, MENGINSPIRASI, MENGGERAKKAN”
30.1 C
Jakarta
Rp0

Tidak ada produk di keranjang.

Jadilah Member Kami

Dapatkan konten Eksklusif yang menarik

― Advertisement ―

spot_img

Makassar Makin Padat: Hutan Kota yang Hilang

MAKASSAR, Inspirasinusantara.id – Siang itu, Maulana Ishak menatap matahari dari balik jendela rumahnya di Mariso. Udara terasa tajam, menampar kulit tanpa ampun. Sinar mentari...
BerandaPendidikanSeruan Prof JJ: Inovasi Harus Berakar pada Lokalitas

Seruan Prof JJ: Inovasi Harus Berakar pada Lokalitas

IN, MAKASSAR — Di sebuah ballroom hotel di jantung kota Mamuju, suara Prof Jamaluddin Jompa atau akrab di sapa Prof JJ, menggema lantang.

Di hadapan wisudawan Universitas Wallacea, rektor Universitas Hasanuddin itu tidak sekadar memberi pidato seremonial. Prof JJ melontarkan seruan ilmiah: menjaga, merawat, dan menggali potensi lokal Wallacea sebagai pijakan inovasi masa depan.

“Biodiversitas Wallacea bukan hanya warisan, tapi peluang,” ujar Prof JJ dalam orasi ilmiah pada Kamis pagi (8/5).

“Wilayah ini adalah laboratorium alami yang belum kita kelola dengan baik.”

Baca juga: Mantap! Rektor Unhas Kembali Kukuhkan Tiga Profesor Baru dari Fakultas Kedokteran dan FKM

Di balik lantunan kalimatnya, tersimpan kegelisahan akademik: potensi ilmiah Wallacea yang belum termanfaatkan secara optimal oleh perguruan tinggi di wilayah itu sendiri.

Padahal, kawasan ini berada di jantung pertemuan dua lempeng benua besar—Asia dan Australia—melahirkan kekayaan hayati yang tidak dijumpai di belahan dunia mana pun.

Di Tengah Lupa, Potensi Itu Tetap Hidup

Kawasan Wallacea mencakup sebagian besar Sulawesi, Nusa Tenggara, dan Kepulauan Maluku. Wilayah ini diakui secara global karena keunikan ekologi dan nilai evolusioner tinggi.

Di bidang bioteknologi, misalnya, para peneliti dunia berlomba meneliti spesies endemik dari hutan-hutan Sulawesi yang diyakini menyimpan senyawa bioaktif baru untuk pengembangan obat-obatan.

Baca juga: Sastra Indonesia Unhas Edukasi Kesantunan Berbahasa di SMAN 3 Gowa

Namun, di tingkat lokal, potensi ini nyaris tak tersentuh. Tidak banyak institusi pendidikan tinggi yang menjadikan Wallacea sebagai dasar pengembangan keilmuan.

Padahal, menurut Prof JJ, kunci pembangunan berkelanjutan justru terletak pada pendekatan lokalitas yang berbasis pengetahuan lingkungan setempat.

“Bicara inovasi bukan hanya soal teknologi tinggi. Inovasi bisa lahir dari cara pandang baru terhadap yang lama—termasuk warisan alam dan budaya Wallacea,” katanya.

Inovasi dari Tanah Sendiri

Prof. JJ, yang dikenal sebagai pakar kelautan dan konservasi, menyebut Wallacea sebagai “kunci genetika” yang penting bagi ilmu kedokteran masa depan.

Ia merujuk pada jejak migrasi manusia purba di kawasan ini yang menciptakan keragaman genetik spesifik pada populasi lokal.

“Ini aset bagi pengembangan ilmu medis dan farmasi. Tapi apakah kita siap memanfaatkannya? Atau justru orang luar yang lebih dulu mengambil manfaatnya?” tanyanya, retoris.

Universitas Wallacea, sebagai institusi yang lahir di tengah-tengah bentang alam Wallacea, menurutnya harus menjadi pusat pembelajaran dan inovasi yang berbasis pada karakter lokal.

Di hadapan para lulusan program Ners, Keperawatan, Kebidanan, dan Farmasi, Prof. JJ melempar tantangan: menjadi agen perubahan, tidak hanya sebagai profesional, tetapi juga penggerak konservasi dan inovasi lokal.

“Inilah masa depan Wallacea. Bergantung pada kalian—generasi muda yang bukan hanya berpengetahuan, tetapi juga berpihak pada bumi tempat kalian berpijak,” ujarnya.

Tanggung Jawab Ilmiah dan Moral

Seruan Prof. JJ bukan semata ajakan emosional. Ia menggarisbawahi bahwa pelestarian dan inovasi berbasis lokalitas adalah tanggung jawab ilmiah dan moral.

Jika biodiversitas Wallacea punah sebelum sempat dipahami, maka umat manusia kehilangan satu bab penting dalam ensiklopedia kehidupan.

Orasi ilmiah itu tidak berhenti sebagai pidato wisuda biasa. Ia menjelma sebagai peta jalan. Bahwa universitas-universitas lokal harus berhenti menjadi menara gading dan mulai membumi—menggali, mengolah, dan melestarikan potensi tempatnya berada.

“Wallacea tidak butuh penyelamat dari luar. Yang dibutuhkan adalah generasi lokal yang sadar, terdidik, dan inovatif,” pungkasnya. (*/IN)