Peneliti dari Universitas Hasanuddin mengungkap, alga Symbiodinium yang hidup bebas di laut dalam lebih rentan terhadap kenaikan suhu. Temuan ini bisa jadi peringatan dini bagi masa depan terumbu karang.
MAKASSAR, Inspirasinusantara.id – Kenaikan suhu laut tak hanya mengancam karang yang tampak di permukaan. Penelitian terbaru di Kepulauan Spermonde, Sulawesi Selatan, menunjukkan bahwa alga mikroskopis yang hidup bersimbiosis dengan karang—Symbiodinium—juga rentan terhadap stres suhu, terutama di perairan dalam.
Penelitian yang dipimpin Nita Rukminasari, Guru Besar di Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin, menemukan bahwa Symbiodinium yang hidup bebas dan diisolasi dari karang di kedalaman 17 meter menunjukkan pertumbuhan dan kelangsungan hidup terendah saat suhu dinaikkan hingga 34 derajat Celsius.
Baca juga: Nelayan di Kepulauan Spermonde Kian Rentan Hadapi Iklim
“Semakin dalam habitat karang, semakin rendah toleransi Symbiodinium-nya terhadap panas,” kata Nita.
Penelitian dilakukan terhadap alga yang dilepaskan dari tiga jenis karang: Porites lobata, Porites cylindrica, dan Seriatopora sp. Masing-masing dikumpulkan dari tiga zona kedalaman: 3 meter (terumbu datar), 7 meter (tepi terumbu), dan 17 meter (lereng terumbu).
Baca juga: Tersisa 20 Persen Nelayan di Kodingareng Makassar
Alga ini lalu dikultur dalam laboratorium selama empat minggu dengan tiga perlakuan suhu: 28°C (kontrol), 32°C, dan 34°C.
Simbiosis Rawan Putus
Symbiodinium adalah dinoflagelata yang hidup bersimbiosis di jaringan karang, memasok hingga 99 persen kebutuhan energi inangnya melalui fotosintesis.
Namun, kenaikan suhu dapat memicu keluarnya alga ini dari tubuh karang—fenomena yang dikenal sebagai pemutihan karang (coral bleaching).
Pemutihan masif beberapa tahun terakhir telah menjadi indikator paling nyata dari dampak krisis iklim di laut tropis.
“Kalau Symbiodinium tidak tahan panas, karangnya juga tidak bisa bertahan,” ujar Nita.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Symbiodinium dari Seriatopora sp adalah yang paling rentan. Pertumbuhan dan kelimpahan selnya menurun drastis setelah dua minggu paparan suhu tinggi.
Sebaliknya, alga dari Porites lobata menunjukkan ketahanan lebih baik, diduga karena berasal dari klad C3 yang dikenal lebih toleran terhadap panas.
Perairan Dangkal Lebih Tangguh
Menariknya, alga yang diambil dari kedalaman 3 meter lebih tangguh menghadapi suhu ekstrem dibanding yang berasal dari 17 meter.
Ini memperkuat hipotesis bahwa spesies karang di zona dangkal, yang lebih sering terpapar fluktuasi suhu harian, telah mengembangkan ketahanan lebih besar terhadap stres panas.
Menurut Nita, hasil ini menjadi sinyal penting untuk konservasi terumbu karang.
“Kita tidak bisa menyamakan strategi perlindungan untuk semua kedalaman. Karang dalam lebih rentan terhadap perubahan suhu, jadi perlu perhatian khusus,” ujarnya.
Temuan ini memperkuat pemahaman bahwa simbiosis antara karang dan Symbiodinium sangat tergantung pada jenis karang, kondisi habitat, dan sejarah eksposur suhu.
Ketika suhu naik melebihi 2 derajat dari ambang normal, sistem fotosintesis alga terganggu, yang berujung pada penurunan drastis produktivitas dan kemampuannya bertahan.
Peringatan Awal dari Laut Dalam
Studi ini menjadi yang pertama di Indonesia yang secara khusus mengkaji respons Symbiodinium bebas terhadap stres suhu dari tiga spesies karang pada berbagai kedalaman.
Dengan meningkatnya frekuensi gelombang panas laut akibat krisis iklim, pengetahuan ini dapat menjadi dasar untuk merancang strategi adaptasi berbasis spesies dan zona kedalaman.
“Konservasi laut harus berbasis data ilmiah seperti ini. Kita tidak hanya menyelamatkan karang, tapi juga alga kecil yang jadi tulang punggung kehidupannya,” kata Nita. (Andi/IN)