IN, MAKASSAR — Garasi Performance Institute yang akrab disebut Teater Garasi sukses mempersembahkan pertunjukan pertamanya di Kota Makassar. Garasi menampilkan teater berjudul “Waktu Batu. Rumah yang Terbakar” pada 5 dan 6 Desember 2023 di Fort Rotterdam.
Uniknya, pertunjukan ini tidak hanya menyentuh tema duka ekologis, tetapi juga menggabungkan elemen teater, video game, dan sinematografi.
“Dalam meluaskan dan mendekati secara kritis percakapan tentang tema duka ekologis, Teater Garasi menggarap ulang Waktu Batu.Rumah yang Terbakar tahun ini dengan pula menajamkan sisi silang media antara teater dengan video game, dan sinematografi, serta menguatkan unsur-unsur visual dan tata cahaya,” kata Yudi Ahmad Tajudin selaku sutradara.
Pertunjukan “Waktu Batu.Rumah yang Terbakar” Usung Problem Duka Ekologis
“Waktu Batu. Rumah yang Terbakar” merupakan evolusi terbaru dari proyek panjang “Waktu Batu” yang dimulai pada tahun 2001. Proyek ini telah membawa pertunjukan ke berbagai kota di Indonesia, Singapura, Berlin, dan Tokyo selama periode 2002-2006. Pada tahun 2022, karya ini dihadirkan kembali dalam Festival Indonesia Bertutur di Borobudur, Jawa Tengah, serta ARTJOG di Yogyakarta dan Djakarta International Theatre Platform di Jakarta.
Dalam menciptakan karya ini, Yudi Ahmad Tajudin sebagai sutradara, yang juga menyutradarai “Setelah Lewat Djam Malam” yang meraih Penghargaan Karya Seni Pertunjukan Pilihan Tempo 2022. Sutradara itu bekerja sama dengan penulis dan dramaturg Ugoran Prasad.
“Mendekati isu duka ekologis dari sudut pandang dunia ketiga, karya ini meletakkan krisis ekologi sebagai hasil yang tak terhindarkan dari modernitas dan kolonialitas. Berdiam dalam ketimpangan dunia global, karya ini hendak membuka percakapan tentang watak dan artikulasi duka ekologis Selatan dunia, termasuk pertanyaan atas praktik macam apa yang perlu dilakukan, puisi macam apa yang perlu dituliskan, duka (atau bahkan murka) macam apa,” ujar Ugoran Prasad.
Fokus tema pertunjukan yakni duka ekologis, membahas perasaan kesedihan akibat perubahan lingkungan yang mengancam keberlangsungan spesies, ekosistem, dan lanskap. Pendekatan terhadap isu ini dari perspektif dunia ketiga dihadirkan untuk membuka percakapan tentang krisis ekologi sebagai dampak modernitas dan kolonialitas.
Pertunjukan ini melibatkan kolaborasi dengan seniman-seniman lintas disiplin, seperti Majelis Lidah Berduri, Mella Jaarsma, Deden Bulqini, Tomy Herseta, Tri Rimbawan, Yennu Ariendra, Retno Ratih Damayanti, Luna Kharisma, dan A. Semali, serta para performer lintas generasi termasuk Andreas Ari Dwiyanto, Erythrina Baskorowati, dan lainnya. Ahmad Mahendra, Direktur Perfilman, Musik, dan Media Kemendikbudristek RI, turut memberi apresiasi setelah menyaksikan pertunjukan di Jakarta.
“Mengejutkan sekali sajian media baru dalam pertunjukan ini. Saya merasa ini harus bisa disaksikan oleh lebih banyak orang, di banyak tempat,” ujar Direktur Perfilman, Musik, dan Media Kemendikbudristek RI, Ahmad Mahendra.
Hal serupa bagi Shinta Febriany, co-founder Kala Teater, yang juga takjub pada karya yang disuguhkan ini, menurutnya ini adalah kesempatan baik untuk menyaksikan karya teater yang dikerjakan dengan perspektif artistik dan tematik yang kontemporer.
Sementara Rachmat Hidayat Mustamin, Direktur Program dan Kemitraan Rumata’ ArtSpace, menekankan daya tarik kombinasi film, teater, dan video game yang ditawarkan oleh Teater Garasi.
“Saya ingin menyaksikan Waktu Batu karena gagasan-gagasan pertunjukan yang ditawarkan oleh Teater Garasi menggabungkan antara film, teater, dan video game. Sebagaimana misalnya ketika saya menonton pertunjukan Teater Garasi, saya mau terlibat dan mengalami sebuah pertunjukan yang aneh dan mungkin kadang-kadang sureal, dan saya mau hadir menjadi bagian dari pertunjukan itu,” tutur Rachmat Hidayat Mustamin, Direktur Program dan Kemitraan Rumata’ ArtSpace.
Dalam mendukung produksi “Waktu Batu. Rumah yang Terbakar,” Garasi Performance Institute berkolaborasi dengan Direktorat Perfilman, Musik, dan Media Kemendikbudristek RI, serta mendapat dukungan dari EPSON Indonesia, Rumata’ ArtSpace, Kala Teater, Siku Ruang Terpadu, Jam Kerja, dan RIWANUA.