Gen Z dan Budaya Siri di Sulsel: Antara Mandiri Berlebihan dan Nilai Keberanian

Gen Z dan Budaya Siri di Sulsel: Antara Mandiri Berlebihan dan Nilai Keberanian
ILUSTRASI. Gen Z dan Budaya Siri di Sulsel: Antara Mandiri Berlebihan dan Nilai Keberanian. (foto:ig/@komunitastimur)

INSPIRASI NUSANTARA–Bagi Generasi Z (Gen Z) di Sulawesi Selatan, budaya siri’ bukan sekadar tradisi, melainkan landasan dalam membentuk identitas mereka. Namun, di era modern, konsep ini berevolusi menjadi tuntutan mandiri yang ekstrem, bahkan hingga memengaruhi pola pikir mereka tentang keberhasilan dan kehormatan.

Budaya siri’ atau rasa malu sebagai wujud harga diri adalah bagian integral dari identitas masyarakat Sulawesi Selatan. Dalam konteks Gen Z, budaya ini menjadi tantangan unik ketika mereka mencoba menyeimbangkan nilai tradisional dengan modernitas.

Menurut C.H. Salam basjah yang dikutip oleh Mattulada memberi tiga pengertian kepada konsep siri’, yaitu: malu, daya pendorong untuk membinasakan siapa saja yang telah menyinggung rasa kehormatan seseorang, dan sebagai daya pendorong untuk bekerja atau berusaha sebanyak mungkin

Di era digital, Gen Z Sulsel sering kali menginterpretasikan siri’ sebagai alasan untuk menunjukkan kemandirian yang ekstrem. Bagi mereka, rasa malu bisa berarti kegagalan untuk membuktikan diri sebagai individu yang kompeten.

Meski begitu, dorongan untuk menjaga kehormatan tetap menjadi motivasi utama yang mendorong mereka untuk terus maju dan sukses.

Di sisi lain, siri’ juga menjadi landasan keberanian Gen Z dalam menavigasi dunia modern. Nilai ini tampak jelas dalam keberanian mereka untuk mengangkat isu-isu lokal, menciptakan inovasi, atau memilih jalur karier yang tidak konvensional.

 

Mandiri yang Berlebihan

Generasi Z di Sulawesi Selatan tumbuh dalam era digital yang mengedepankan kemandirian. Banyak dari mereka merasa harus “bisa sendiri” untuk menunjukkan kemampuan dan membangun citra diri.

Budaya siri’ pun memperkuat tekanan ini. Misalnya, bagi sebagian besar anak muda, meminta bantuan atau gagal dalam sesuatu bisa dianggap sebagai bentuk kehilangan harga diri.

Namun, kemandirian yang berlebihan ini sering kali berujung pada tekanan mental. Keinginan untuk membuktikan diri sebagai generasi yang sukses dan bermartabat kadang membuat mereka merasa harus menanggung beban sendiri tanpa dukungan orang lain.

 

Nilai Keberanian dalam Konteks Modern

Di sisi lain, siri’ juga mengajarkan keberanian dalam menjaga kehormatan dan menghadapi tantangan. Nilai ini tercermin dalam semangat Gen Z Sulsel yang tak ragu untuk memulai bisnis, berbicara lantang di media sosial, atau membawa isu lokal ke kancah nasional.

Misalnya, banyak dari mereka yang aktif dalam gerakan sosial untuk menjaga lingkungan dan mempromosikan budaya Bugis-Makassar.

Namun, keberanian ini kadang berbenturan dengan batasan tradisi. Dalam beberapa kasus, keberanian dianggap melawan norma, seperti ketika mereka memilih jalur karier yang tidak konvensional atau menyuarakan pandangan yang berbeda dari keluarga.

Gen Z Sulsel kini berada di persimpangan antara mempertahankan nilai-nilai budaya siri’ dan menyesuaikan diri dengan dunia modern. Mereka harus terus belajar bagaimana siri’ bisa menjadi landasan untuk mengembangkan diri, tanpa menjadi beban yang menghalangi kebebasan berekspresi.

Ke depan, sinergi antara nilai tradisi dan modernitas ini bisa menjadi kekuatan unik Gen Z Sulsel. Dengan menjaga akar budaya siri’ sambil tetap terbuka pada inovasi, mereka dapat menjadi generasi yang tidak hanya bangga dengan jati diri lokal, tetapi juga mampu bersaing secara global. (fit/in)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *