Inspirasinusantara.id — Di tengah dunia yang kian individualistis, Indonesia justru bersinar karena kekuatan gotong royong-nya. Nilai kebersamaan yang diwariskan turun-temurun itu kini bukan hanya menjadi ciri khas bangsa, tetapi juga alasan mengapa masyarakat Indonesia dinilai paling bahagia di dunia.
Di tengah derasnya arus globalisasi dan tekanan ekonomi dunia, Indonesia justru mencatatkan prestasi membanggakan. Negara ini dinobatkan sebagai negara dengan tingkat kebahagiaan tertinggi di dunia, mengungguli Amerika Serikat, Jepang, hingga negara-negara Skandinavia yang dikenal maju dan sejahtera.
Temuan ini berasal dari survei Global Flourishing Study (GFS) yang dilakukan oleh Universitas Harvard, Universitas Baylor, dan Gallup terhadap lebih dari 200 ribu responden di 23 negara.
Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ali Ghufron Mukti, menyebut pencapaian ini sebagai bukti bahwa kebahagiaan masyarakat Indonesia tidak semata ditentukan oleh tingkat ekonomi.
“Indonesia itu top dunia, mengalahkan negara-negara maju. Bukan GDP-nya tinggi, tapi rasa bahagianya yang tulus,” ujarnya dikutip dari CNN.
Gotong Royong Jadi Fondasi Kebahagiaan Bangsa
Menurut Ghufron, rahasia di balik tingginya tingkat kebahagiaan masyarakat Indonesia terletak pada budaya gotong royong dan rasa saling peduli. Dalam pandangannya, nilai sosial ini menjadi pembeda besar antara Indonesia dan negara-negara maju yang cenderung individualistis.
“Kalau di sini ada yang sakit, banyak yang membantu. Di beberapa negara lain, kalau kamu sakit ya tanggung sendiri. Prinsip tolong-menolong itu yang membuat kita istimewa,” tegasnya.
Baca juga : Revitalisasi Tradisi Gotong Royong dalam Konservasi Lingkungan di Sulawesi Selatan
GFS sendiri merupakan riset global yang meneliti faktor-faktor pembentuk kehidupan yang bermakna, mulai dari kesehatan, hubungan sosial, spiritualitas, karakter, hingga kesejahteraan emosional. Dalam laporan tersebut, Indonesia menduduki posisi teratas, diikuti oleh Israel dan Filipina.
Sementara negara maju seperti Jepang, Turki, dan Inggris justru berada di peringkat terbawah. Adapun Swedia, Amerika Serikat, dan Afrika Selatan berada di posisi tengah.
Peneliti Harvard, Tyler VanderWeele, menjelaskan bahwa indikator GFS lebih menyeluruh dibandingkan World Happiness Report.
“Negara-negara kaya mungkin unggul dalam aspek finansial dan rasa aman, tetapi mereka lemah dalam dimensi makna hidup, hubungan sosial, dan karakter pro-sosial,” ungkapnya.
Hasil riset juga menunjukkan bahwa pernikahan yang harmonis, pendidikan tinggi, serta keterlibatan dalam komunitas keagamaan memiliki pengaruh kuat terhadap kesejahteraan hidup seseorang.
Temuan ini menegaskan bahwa kebahagiaan sejati bukanlah milik negara kaya, tetapi milik masyarakat yang masih menjunjung nilai kemanusiaan dan solidaritas sosial. Indonesia menjadi bukti bahwa kekuatan budaya gotong royong mampu menciptakan rasa bahagia yang tidak bisa dibeli oleh materi.
Di tengah kemajuan zaman dan tantangan global, semangat saling peduli inilah yang menjadi harta tak ternilai bagi bangsa Indonesia — sekaligus pesan bagi dunia, bahwa kebahagiaan tumbuh dari hati yang terhubung dengan sesama. (*/IN)