Budaya  

Hari Menanam Pohon Indonesia: Toraja Punya Cara Unik Lestarikan Alam

Hari Menanam Pohon Indonesia: Toraja Punya Cara Unik Lestarikan Alam
PASSILIRAN. Tradisi unik budaya Toraja, Sulawesi Selatan yang mendukung pelestarian lingkungan. (foto:ig/@lindungihutan)

INSPIRASI NUSANTARA— Hari Menanam Pohon Indonesia adalah momentum yang tepat untuk mengingat pentingnya pelestarian pohon dan lingkungan. Salah satu budaya unik yang mencerminkan hubungan erat masyarakat Toraja, Sulawesi Selatan dengan alam ialah passiliran.

Hari Menanam Pohon Indonesia, yang diperingati setiap 28 November, mengingatkan kita akan pentingnya menjaga dan melestarikan pohon serta lingkungan hidup. Di Toraja, tradisi passiliran tidak hanya mengedepankan nilai-nilai spiritual, tetapi juga pelestarian alam.

Passiliran merupakan tradisi unik di Toraja yang berkaitan dengan pemakaman bayi. Tradisi ini dilakukan di sebuah pohon yang menjadi tempat bagi para penganut kepercayaan Aluk Todolo untuk memakamkan bayi yang meninggal sebelum giginya tumbuh.

Dikutip dari laman Nusantara Institue, ciri khas Passiliran adalah pohon besar yang dipenuhi tambalan pada bagian batangnya. Tambalan ini berasal dari lubang-lubang yang dibuat untuk meletakkan jasad bayi, kemudian ditutupi dengan ijuk. Lubang-lubang tersebut selalu diarahkan ke rumah keluarga bayi yang telah meninggal, sebagai simbol ikatan spiritual antara bayi dan keluarganya.

Dalam kepercayaan Aluk Todolo, Passiliran tidak hanya menjadi tempat peristirahatan terakhir, tetapi juga memiliki makna mistis. Pohon ini dianggap sebagai jembatan spiritual yang menghubungkan dunia nyata dan dunia roh. Filosofi ini dikuatkan oleh pemikiran Mircea Eliade, yang menyebut bahwa pohon merupakan simbol sempurna karena mampu menyatukan berbagai tingkat realitas, termasuk langit dan bumi, materi dan roh, serta alam sadar dan bawah sadar.

Selain makna spiritual, pohon yang digunakan sebagai Passiliran juga memiliki nilai simbolik yang mendalam. Salah satu pohon yang sering dipilih adalah pohon Tarra, yang memiliki getah putih seperti air susu. Dalam pandangan Aluk Todolo, getah ini melambangkan asupan bagi bayi yang dimakamkan di dalamnya, layaknya air susu ibu. Simbol ini menegaskan peran Passiliran sebagai metafora rahim ibu, yang melindungi dan memberi kehidupan bagi bayi.

Tradisi Passiliran tidak hanya menunjukkan kekayaan budaya Toraja, Sulawesi Selatan, tetapi juga menyimpan pesan mendalam tentang hubungan antara manusia, alam, dan spiritualitas. Tradisi ini menjadi warisan yang menggambarkan bagaimana masyarakat Toraja memaknai kehidupan dan kematian dalam satu kesatuan harmoni.

Dengan memperingati Hari Menanam Pohon Indonesia, masyarakat Toraja memberikan contoh nyata bagaimana hubungan manusia dengan alam bisa saling mendukung dan menjaga kelangsungan hidup bersama. Melalui budaya passiliran, mereka mengingatkan kita akan pentingnya pelestarian pohon sebagai bagian dari warisan budaya yang harus dilestarikan untuk generasi yang akan datang. (fit/in)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *