IN, MAKASSAR – Bubble Properti merupakan kondisi yang dialami hunian yang nilainya melonjak akibat permintaan, spekulasi dan pengeluaran yang berlebihan sehingga dapat menyebabkan kolaps dan harga kembali turun.
Dikuti dari investoperdia, yang biasanya terjadi saat bubble properti mulai bergejolak adalah permintaan rumah yang tinggi ditengah keterbatasan hunian dan untuk memenuhi permintaan, butuh proses yang cukup lama untuk menghadirkan hunian tersebut. Nah, pada saat itu spekulan akan mengucurkan uang ke pasar properti.
Permintaan pun akan menurun atau stagnan di beberapa titik seiring dengan meningkatnya pasokan. Hal ini bisa mengakibatkan penurunan harga yang tajam, kemudian ‘gelembung’ itu pecah.
Pemberlakuan Insentif PPN DTP Angin Segar untuk Bisnis Properti di Makassar
Jika dilihat dari perkembangannya, bubble properti kadang berlangsung sementara, namun ada juga beberapa momen yang memperlihatkan peristiwa tersebut berlangsung lama. Hal ini biasanya terjadi ketika permintaan yang dimanipulasi, spekulasi, tingkat investasi yang sangat tinggi, kelebihan likuiditas, deregulasi pasar pembiayaan real estat, atau lainnya.
Faktor-faktor tersebut bisa membuat harga rumah tidak berkelanjutan, dan hal ini menyebabkan peningkatan permintaan versus pasokan.
Bubble properti tidak hanya menyebabkan kehancuran di sektor properti saja, tetapi juga memiliki dampak yang signifikan terhadap masyarakat dari semua kelas, lingkungan sekitar, dan perekonomian secara keseluruhan. Hal itu bisa memaksa orang untuk mencari cara untuk melunasi KPR melalui berbagai program, atau bisa juga membuat mereka mengambil dana pensiun untuk melunasi rumah. Bubble properti ini menjadi salah satu alasan utama orang-orang kehilangan tabungannya.
Ekonom Acungi Jempol Kebijakan Menteri Soal Pembebasan Pajak Property
Penyebab Bubble Properti
Pasar perumahan umumnya tidak terlalu rentang terhadap bubble seperti di pasar keuangan lainnya karena memiliki jumlah transaksi yang besar dan biaya yang terkait dengan kepemilikan rumah. Namun, peningkatan pesat dalam pasokan kredit yang mengarah pada kombinasi suku bunga yang sangat rendah dan pelonggaran standar penjaminan kredit dapat menarik peminjam ke pasar perumahan. Hal ini bisa memicu permintaan.
Adanya kenaikan suku bunga dan pengetatan standar kredit dapat mengurangi permintaan, sehingga menyebabkan pecahnya bubble properti.
Dampak Bubble Properti
Fenomena bubble properti ini ternyata membawa dampak luar biasa tidak hanya untuk pasar perumahan, tetapi pada ekonomi nasional secara keseluruhan. Mengacu pada contoh kasus di Jepang pada 1986-1991, gelembung perumahan menyebabkan resesi ekonomi berkepanjangan.
Lalu, setiap negara yang mengalami fenomena gelembung perumahan atau bubble properti akan merasakan dampak berbeda. Semisal di Amerika Serikat yang mengalami bubble properti pada awal 2000-an hingga menyebab resesi ekonomi.
Jika di Jepang harga perumahan jadi melonjak tajam, di Amerika Serikat justru harganya jadi menurun tajam.
Hal ini membuat nilai kekayaan rumah tangga menjadi anjlok sangat tajam. Warga Amerika Serikat pun harus mengurangi belanja konsumsinya. Pada akhirnya, hal ini berakibat pada pertumbuhan ekonomi yang melambat.
Penurunan harga rumah juga menyebabkan kredit macet, sehingga sejumlah aset pun harus disita. Kemudian, saat pasokan rumah cukup tinggi, permintaan pada pasar properti menjadi loyo karena harganya jatuh.