INSPIRASI NUSANTARA–Menyambut bulan suci Ramadhan, masyarakat Sulawesi Selatan tak sekadar mempersiapkan diri untuk beribadah, tetapi juga menjaga tradisi turun-temurun yang sarat makna.
Sulawesi Selatan, dengan kekayaan budaya dan tradisi yang beragam, memiliki cara-cara unik dalam menyambut bulan suci Ramadhan. Masyarakat setempat menjalankan berbagai ritual dan kebiasaan yang telah diwariskan secara turun-temurun, yang tidak hanya memperkaya nilai spiritual tetapi juga mempererat ikatan sosial antarwarga.
BACA JUGA: Hitung Mundur Puasa Ramadhan 2025: Saatnya Bersiap Sambut Bulan Suci!
Keunikan tradisi menyambut Ramadhan di Sulawesi Selatan mencerminkan bagaimana agama dan budaya saling berinteraksi dan memperkuat satu sama lain. Dengan menjaga dan menjalankan tradisi ini, masyarakat tidak hanya mempertahankan warisan leluhur, tetapi juga memperkuat ikatan antarwarga.
Suru’ Maca: Doa Bersama untuk Leluhur
Salah satu tradisi yang menonjol di Sulawesi Selatan adalah Suru’ Maca, yang berasal dari bahasa Bugis-Makassar. Mengutip laman Kemenag, suru maca sendiri berarti membaca doa bersama untuk dikirimkan pada leluhur yang telah meninggalkan kehidupan lebih dulu.
Dalam kesempatan yang sama, berbagai masakan khas Bugis juga tersedia untuk disantap bersama. Tradisi ini dilakukan pada malam pertama Ramadhan, di mana masyarakat berkumpul di masjid atau musholla untuk membaca doa bersama yang ditujukan kepada leluhur yang telah meninggal.
Tujuan utamanya adalah memohon keselamatan dan berkah bagi keluarga yang ditinggalkan, serta sebagai bentuk penghormatan kepada mereka yang telah tiada. Setelah doa bersama, biasanya dilanjutkan dengan makan bersama, menyajikan berbagai masakan khas Bugis sebagai simbol kebersamaan dan rasa syukur.
Songkolo Patang Rupa: Simbol Perekat Kebersamaan
Masyarakat Sulawesi Selatan juga memiliki kebiasaan menyiapkan Songkolo Patang Rupa, makanan khas berbahan ketan yang menjadi simbol kebersamaan. Patang rupa berarti “empat warna,” yang biasanya terdiri dari hitam, putih, kuning, dan merah. Warna-warna ini memiliki makna filosofis mendalam, melambangkan keseimbangan dan harapan akan keberkahan.
Saat menyajikan songkolo, masyarakat berdoa bersama, memohon keselamatan dan kelancaran dalam menjalani ibadah Ramadhan.
Ziarah Kubur: Mengingat dan Mendoakan Keluarga yang Telah Tiada
Menjelang Ramadhan, masyarakat Sulawesi Selatan juga melaksanakan ziarah kubur. Kegiatan ini menjadi momen untuk mengenang dan mendoakan anggota keluarga yang telah wafat.
Dengan membawa bunga atau air untuk membersihkan makam, masyarakat memanjatkan doa sebagai bentuk penghormatan dan pengingat akan pentingnya kehidupan yang penuh makna.
Menjaga Tradisi, Merawat Kebersamaan
Tradisi-tradisi ini bukan sekadar rutinitas tahunan, tetapi memiliki makna filosofis yang mendalam. Suru’ Maca mengajarkan pentingnya menjaga hubungan dengan leluhur, Songkolo Patang Rupa menjadi simbol persatuan, sementara ziarah kubur mencerminkan penghormatan kepada mereka yang telah mendahului.
Dengan terus melestarikan tradisi ini, masyarakat Sulawesi Selatan tidak hanya menjaga warisan budaya, tetapi juga memperkaya pengalaman spiritual dalam menyambut bulan suci. Semua ini menunjukkan betapa kuatnya nilai kebersamaan, penghormatan, dan rasa syukur yang terus dijaga dalam kehidupan sehari-hari. (fit/in)