AUSTRIA, inspirasinusantara.id – Wali Kota Makassar, Munafri Arifuddin, mencuri perhatian dalam ajang internasional World Cities Summit Mayors Forum (WCSMF) 2025 di Vienna, Austria, dengan mengangkat nilai-nilai kearifan lokal Bugis-Makassar sebagai fondasi membangun kota inklusif dan berkelanjutan.
Di hadapan para pemimpin kota dari berbagai negara, Munafri memperkenalkan tiga nilai utama masyarakat Makassar: siri’ (harga diri), tabe’ (kesantunan), dan kita (kebersamaan). Tiga konsep inilah, menurut Munafri, yang menjadi ruh inovasi sosial dan arah pembangunan Kota Makassar.
“Merupakan suatu kehormatan untuk bergabung dalam forum bergengsi ini. Hari ini saya ingin berbagi bagaimana kami meningkatkan inovasi dan layanan publik di Kota Makassar,” ujar Munafri mengawali presentasi.
Dalam pemaparannya, Munafri menekankan bahwa meskipun Makassar berkembang pesat secara ekonomi sebagai kota terbesar di Kawasan Timur Indonesia, pemerintah dan masyarakat tetap menjunjung tinggi nilai budaya sebagai identitas kolektif.
“Meskipun berkembang pesat secara ekonomi, pemerintah Kota Makassar, dan masyarakat tidak melupakan nilai-nilai budaya kearifan lokal yang menjadi identitas warga kami,” jelasnya.
Baca juga : Munafri Pukau Forum Dunia WCSMF 2025 Lewat Inovasi Kota Makassar
Munafri menyebut bahwa kebijakan publik dan inovasi teknologi yang diterapkan di Makassar berakar kuat pada nilai-nilai lokal.
“Izinkan saya berbagi sesuatu yang tak muncul dalam dokumen industri, tetapi justru menentukan arah pertumbuhan Makassar. Kearifan lokal kami,” katanya penuh semangat.
Ia kemudian memaparkan makna tiga nilai utama tersebut di hadapan para delegasi. Tentang siri’, ia menjelaskan bahwa nilai ini adalah soal martabat dan integritas, bukan sekadar aturan formal.
“Siri bukan hanya soal melawan hukum atau peraturan. Siri berarti kami memegang standar tinggi dalam menghargai diri sendiri dan orang lain,” ujarnya.
Sementara tabe’, menurut Munafri, adalah simbol kesantunan yang menjadi awal dari proses komunikasi dan pengambilan keputusan.
“Dengan izin Anda (permisi). Ini bukan hanya tradisi, tapi cara kami memastikan relasi sosial berjalan setara dan saling menghormati,” katanya.
Nilai ketiga, kita, menjadi simbol solidaritas dan kepemimpinan inklusif.
“Kita adalah bentuk inklusif dari kami. Dalam menghadapi tantangan, kami tidak berjalan sendiri, tapi bersama-sama,” imbuhnya.
Munafri menekankan bahwa ketiga nilai ini menjadi pegangan kepemimpinan di Makassar—yang menempatkan martabat manusia, kolaborasi, dan kekuatan informasi sebagai prioritas.
Ia juga menegaskan bahwa dalam budaya Makassar, pemimpin bukan sekadar pelaksana kebijakan, tetapi bagian dari komunitas yang berjalan bersama rakyat.
“Siri’ adalah pengingat bagi kita semua untuk selalu hidup dengan integritas, bahkan ketika tidak ada yang mengawasi,” ucapnya.
“Di Makassar, kami tidak memaksakan kebijakan. Kami mulai dengan tabe’. Kami bertanya. Kami mendengarkan. Kami melanjutkan dengan hormat,” tuturnya.
“Dalam percakapan sehari-hari, masyarakat kami sering mengganti ‘kamu’ dengan ‘kita’. Ini bukan sekadar kebiasaan bahasa, melainkan cerminan bahwa kami memimpin bukan hanya untuk rakyat, tapi bersama rakyat,” lanjutnya.
Sebagai penutup, Munafri mengajak para pemimpin dunia untuk kembali pada akar kemanusiaan dalam kepemimpinan urban modern.
“Bermartabat dengan rendah hati. Berkuasa dengan izin. Memimpin melalui kebersamaan,” pungkasnya, yang disambut tepuk tangan para peserta forum.
Melalui forum ini, Munafri tidak hanya membawa nama Makassar ke kancah global, tetapi juga membuktikan bahwa kearifan lokal memiliki posisi penting dalam inovasi global dan pembangunan berkelanjutan. (*/IN)