back to top
Rp0

Tidak ada produk di keranjang.

InspirasiNusantara.id “MENGEDUKASI, MENGINSPIRASI, MENGGERAKKAN”
26.9 C
Jakarta
Rp0

Tidak ada produk di keranjang.

Jadilah Member Kami

Dapatkan konten Eksklusif yang menarik

― Advertisement ―

spot_img

AMBF X SSIF 2025 Dorong Investasi Hijau dan Akselerasi Ekspor UMKM Sulawesi Selatan

MAKASSAR, inspirasinusantara.id — Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan (KPwBI Sulsel) bersama Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan resmi membuka kegiatan Anging Mammiri Business Fair...
BerandaTeknologiWaspada Deepfake! Modus Penipuan Berbasis AI Kian Marak, Ini Cara Mengenalinya

Waspada Deepfake! Modus Penipuan Berbasis AI Kian Marak, Ini Cara Mengenalinya

INSPIRASI NUSANTARA–Maraknya kasus penipuan dan pemerasan menggunakan teknologi deepfake belakangan ini menjadi sorotan serius. Untuk melindungi diri dari ancaman ini, penting memahami ciri-ciri konten deepfake dan meningkatkan kewaspadaan terhadap informasi digital yang beredar.

Deepfake adalah teknologi berbasis kecerdasan buatan (AI) yang menciptakan rekaman audio maupun video palsu dengan sangat meyakinkan, seolah-olah kejadian dalam konten tersebut benar-benar terjadi. Istilah “deepfake” sendiri menggabungkan dua kata: “deep”, merujuk pada teknologi deep learning atau pembelajaran mendalam, dan “fake” yang berarti palsu.

Menurut Cristina Lopez, analis senior di Graphika, deepfake dihasilkan melalui proses pembelajaran AI dari ribuan gambar hingga menciptakan tiruan digital yang sulit dibedakan dari aslinya. Britannica juga mencatat bahwa istilah ini mulai populer pada 2017, ketika sebuah komunitas di Reddit memperkenalkan video dengan wajah selebritas yang ditempelkan ke dalam video lain menggunakan teknologi ini.

Proses pembuatannya melibatkan dua algoritma AI yang saling berkompetisi: satu menciptakan konten sintetis, sementara lainnya bertugas menguji keasliannya. Lewat pengulangan, hasil akhirnya tampak semakin alami dan sulit dikenali sebagai palsu.

Tidak hanya wajah, suara pun bisa dipalsukan dengan deepfake, membuatnya seolah-olah seseorang benar-benar mengatakan sesuatu yang tak pernah ia ucapkan.

Sayangnya, teknologi ini lebih banyak dimanfaatkan untuk tujuan jahat, seperti penyebaran disinformasi, penipuan finansial, hingga pelecehan seksual. Kepolisian Inggris memperingatkan bahwa AI kini telah menjadi alat baru dalam berbagai tindak kejahatan, termasuk eksploitasi anak.

Baca juga : Makassar Jadi Kota Percontohan Teknologi Pemadam Kebakaran Canggih dari Denmark

Dilansir dari CNN, Alex Murray, Kepala Kepolisian Nasional Bidang AI Inggris, mengungkapkan bahwa kemudahan mengakses teknologi ini mendorong peningkatan penyalahgunaannya oleh para pelaku kejahatan. Salah satu modus yang berkembang adalah penggunaan video deepfake untuk menyamar sebagai eksekutif perusahaan demi melakukan penipuan besar-besaran.

Ancaman yang lebih mengkhawatirkan adalah kemampuan AI generatif untuk menciptakan ribuan gambar atau video berbau seksual anak-anak secara sintetis, yang semuanya tergolong ilegal.

Melawan Deepfake: Upaya Deteksi dan Pencegahan

Menghadapi tantangan ini, Facebook (Meta) mengembangkan perangkat AI yang mampu mendeteksi deepfake dengan menganalisis “sidik jari digital” jejak unik yang ditinggalkan selama proses manipulasi gambar atau video. Lewat metode reverse engineering, teknologi ini dapat melacak asal usul pembuatan konten palsu tersebut.

Tak ketinggalan, Massachusetts Institute of Technology (MIT) juga turut berkontribusi lewat proyek “Detect Fakes”, sebuah eksperimen interaktif yang mengajak publik melatih kemampuan membedakan konten asli dan palsu dari teks, suara, hingga video.

Baca juga : Indonesia Luncurkan Aplikasi AI untuk Ketahanan Pangan dan Sosial

Bagi masyarakat umum, berikut tips sederhana untuk mengenali deepfake:

1. Perhatikan wajah, terutama perubahan tak wajar di pipi, dahi, dan rambut.

2. Amati mata dan alis, apakah bayangan dan pencahayaan tampak alami.

3. Cermati kacamata, terutama efek kilau yang tidak sesuai gerakan.

4. Perhatikan detail rambut wajah, seperti kumis atau janggut, yang sering tampak tidak realistis.

5. Periksa tahi lalat dan tekstur kulit.

6. Pantau gerakan berkedip, apakah frekuensinya wajar.

7. Sesuaikan ukuran dan warna bibir dengan bagian wajah lainnya.

Meskipun semakin sulit membedakan mana yang nyata dan palsu, kesadaran kritis dan teknologi pendukung bisa menjadi benteng pertahanan utama di era digital ini. (*/IN)