INSPIRASI NUSANTARA—Siklus musiman Indonesia akan memasuki musim hujan pada bulan Oktober. Musim hujan adalah periode dalam tahun yang ditandai dengan jumlah curah hujan yang besar, yang berbeda secara mencolok dari jumlah curah hujan dalam periode berikutnya.
Pada dasarnya, curah hujan yang turun di Indonesia tidak hanya berlangsung dalam variasi musiman atau saat musim hujan saja. Terkadang, hujan dapat turun saat musim kemarau.
Mengapa hal tersebut dapat terjadi? Simak penjelasannya berikut ini.
Variabilitas Iklim Indonesia
Variabilitas Iklim Indonesia terbagi menjadi 2, yaitu musiman dan non-musiman. Variasi musiman dimandai dengan siklus musiman yang dikenal dengan sebutan musim hujan dan musim kemarau.
Sementara variasi non-musiman merupakan statu anomali yang dapat mempengaruhi iklim. Anomali tersebut akhirnya mendatangkan hujan pada musim kemarau atau justru cuaca yang panas di saat seharusnya musim hujan
Sistem Sirkulasi Mosun Asia-Australia
Sistem Sirkulasi Monsun Asia-Australia adalah sirkulasi angin muson yang bertiup di antara benua Asia dan Australia. Sistem sirkulasi inilah yang memiliki pengaruh besar terhadap variasi musiman iklim di Indonesia.
Saat angin muson bertiup dari Asia ke Australia, uap air yang dihasilkan lebih banyak sehingga menghasilkan hujan di Indonesia. Periode musim hujan ini berlangsung dari bulan Oktober sampai Maret.
Sebaliknya, saat angin muson bertiup dari Australia ke Asia, uap air yang dihasilkan lebih sedikit sehingga curah hujan yang dihasilkan berkurang. Periode tersebut dikenal dengan musim kemarau di Indonesia yang biasanya terjadi dari bulan April sampai November.
ITCZ (Inter Tropical Convergence Zone)
ITCZ (Inter Tropical Convergence Zone) merupakan hal yang mempengaruhi curah hujan di Indonesia. ITCZ atau jalur udara konvergensi antar tropis adalah area di mana dua massa udara dari belahan bumi utara dan belahan bumi selatan bertemu di daerah bertekanan rendah yang membentang dari barat ke timur di dekat sabuk tropis.
Sebagai negara yang dilalui ITCZ, wilayah Indonesia yang berada di garis khatulistiwa memiliki potensi pertumbuhan awan hujan. Hal ini karena Posisi ITCZ berubah mengikuti pergerakan semu matahari ke utara dan selatan khatulistiwa.
ENSO (El-Nino Southern Oscillation)
ENSO (El-Nino Southern Oscillation) adalah pola iklim berulang yang melibatkan perubahan suhu muka laut di Samudra Pasifik tropis bagian tengah dan timur menjadi lebih hangat atau dingin antara 10°C hingga 30°C. Sebagai negara daerah tropis, Indonesia dapat terpangaruh oleh osilasi atau siklus ENSO tersebut. Kondisi inilah yang mempengaruhi iklim non-musim di Indonesia.
Selama El-Nino, curah hujan di sebagian besar wilayah Indonesia cenderung menurun tetapi meningkat di Samudra Pasifik tropis tengah dan timur. Secara umum, semakin hangat anomali suhu laut, semakin kuat El-Nino.
Sebaliknya, semakin dingin anomali suhu laut di Samudra Pasifik tropik tengah dan timur akan meningkatkan curah hujan di Indonesia. Kondisi ini dikenal dengan istilah La-Nina, yaitu pendinginan permuakaan air laut di Samudra Pasifik tropis tengah dan timur.
IOD (Indian Ocean Dipole)
IOD (Indian Ocean Dipole) adalah fenomena interaksi atmosfer-laut di Samudera Hindia yang dihitung berdasarkan perbedaan anomali Suhu Permukaan Laut di pantai timur Afrika dan barat perairan Sumatra.
IOD dikuantifikasi dalam DMI (Dipole Mode Index). Secara umum, DMI positif akan mempengaruhi penurunan curah hujan, sedangkan DMI negatif akan mempengaruhi peningkatan curah hujan di Indonesia bagian barat. (*/IN)
Sumber : BMKG. ANALISIS PERUBAHAN IKLIM DI INDONESIA (tren jangka panjang pada rata-rata iklim). Leaflet.