INSPIRASI NUSANTARA – Masyarakat Sulawesi Selatan (Sulsel) tengah melakukan upaya inovatif dalam mengatasi permasalahan sampah plastik. Dengan dukungan dari akademisi dan komunitas lingkungan, warga setempat berhasil mengubah limbah plastik menjadi produk bernilai ekonomi tinggi.
Salah satu upaya mengubah sampah plastik menjadi sumber daya ekonomi kreatif dilakukan di Pulau Bontosua, Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan (Pangkep).
BACA JUGA: Komunitas Gen Z Sulsel yang Mengubah Sampah jadi Seni
BACA JUGA: Gaya Hidup Ramah Lingkungan: Inspirasi dari Tradisi Bugis Makassar
Sampah Plastik, Masalah yang Berubah Jadi Peluang
Pulau Bontosua menghadapi tantangan besar dalam pengelolaan limbah plastik. Sebagai pulau kecil dengan keterbatasan sumber daya, penduduk setempat bergantung pada air minum kemasan yang menghasilkan tumpukan sampah botol plastik setiap harinya. Sayangnya, sebagian besar sampah ini berakhir di pantai atau dibakar, yang berpotensi merusak lingkungan dan mengancam ekosistem laut.
Sebuah studi yang diterbitkan dalam Jurnal Mediteg Politeknik Tanah Laut menunjukkan bahwa sebelum adanya inisiatif daur ulang, lebih dari 70% sampah plastik di Pulau Bontosua tidak terkelola dengan baik. Sampah yang menumpuk ini tidak hanya mencemari lingkungan, tetapi juga berdampak negatif pada kesehatan warga akibat polusi udara dari pembakaran plastik.
BACA JUGA: Festival Kuliner di Makassar sebagai Motor Penggerak Ekonomi Kreatif
BACA JUGA: Inovasi Perempuan Sulsel: dari Teknologi Pertanian hingga Industri Kreatif
Pelatihan Daur Ulang Sampah Plastik
Menanggapi permasalahan ini, tim Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM) dari Universitas Muhammadiyah Makassar menginisiasi program pelatihan daur ulang sampah plastik bagi warga Pulau Bontosua. Program ini bertujuan untuk mengubah pola pikir masyarakat bahwa sampah plastik bukan hanya limbah, tetapi juga bisa menjadi sumber penghasilan.
Pelatihan ini melibatkan diskusi kelompok terarah dan lokakarya pembuatan produk daur ulang, seperti:
• Kerajinan tangan: tas belanja, dompet, dan hiasan rumah tangga dari plastik bekas.
• Paving block plastik: campuran plastik daur ulang dengan semen untuk bahan bangunan.
• Ecobrick: botol plastik diisi penuh dengan sampah plastik lunak untuk dijadikan bahan konstruksi.
Menurut laporan Jurnal Mediteg, program ini berhasil mengurangi limbah plastik di Pulau Bontosua hingga 40% dalam dua tahun terakhir. Selain itu, produk daur ulang yang dihasilkan mulai dipasarkan ke luar daerah, menciptakan peluang usaha baru bagi warga setempat.
Perubahan Pola Pikir dan Dampak Ekonomi
Seiring berjalannya program ini, masyarakat Pulau Bontosua mulai menunjukkan perubahan pola pikir dalam menangani limbah plastik. Kini, sampah plastik tidak lagi dianggap sebagai masalah, melainkan sebagai bahan baku bernilai ekonomi.
Dampak ekonomi dari program ini cukup signifikan. Berdasarkan survei dari Universitas Muhammadiyah Makassar, pendapatan beberapa keluarga meningkat hingga 30% setelah terlibat dalam usaha daur ulang sampah plastik. Produk seperti tas dan dompet berbahan plastik bekas kini banyak diminati, bahkan telah dipasarkan secara daring ke berbagai daerah di Indonesia.
Potensi Pengembangan di Masa Depan
Melihat keberhasilan program ini, berbagai pihak kini mendorong agar model pengelolaan sampah berbasis ekonomi kreatif ini dapat diterapkan di wilayah lain di Sulawesi Selatan. Pemerintah daerah, komunitas lingkungan, dan akademisi diharapkan dapat terus mendukung edukasi serta pengembangan industri daur ulang yang lebih luas.
Dengan pendekatan yang tepat, Sulawesi Selatan berpotensi menjadi contoh sukses dalam pengelolaan sampah plastik berbasis ekonomi kreatif. Selain mengurangi pencemaran lingkungan, inisiatif ini juga membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pemanfaatan sumber daya yang sebelumnya dianggap sebagai limbah. (*/IN)
Sumber:
Muryani Arsal; Asriani Hasan. (2023). “Perubahan Pola Fikir melalui Pengolahan Daur Ulang Sampah di Pulau Bontosua Kabupaten Pangkep Sulawesi Selatan” dalam Jurnal MEDITEG.



