INSPIRASI NUSANTARA–Di tengah meningkatnya kesadaran akan pentingnya gaya hidup ramah lingkungan, masyarakat Bugis Makassar telah lama menerapkan prinsip-prinsip keberlanjutan dalam kehidupan sehari-hari. Dari tradisi Mappalette Bola yang mengurangi limbah konstruksi hingga filosofi Siri’ Na Pacce yang menanamkan kepedulian terhadap alam.
Masyarakat Bugis Makassar di Sulawesi Selatan memiliki berbagai tradisi yang mencerminkan kearifan lokal dalam menjaga keseimbangan alam dan lingkungan. Nilai-nilai ini dapat menjadi inspirasi bagi penerapan gaya hidup ramah lingkungan di era modern.
BACA JUGA:Menghidupkan Kembali Gotong Royong di Sawah, Kunci Kesejahteraan Petani
BACA JUGA: Tradisi Keagamaan di Toraja: Harmoni Budaya dan Religi
Penelitian oleh Devi dan Idrus (2023) menunjukkan bahwa kesadaran lingkungan di kalangan anak muda Makassar semakin meningkat dengan penerapan gaya hidup zero waste. Mereka mengurangi produksi sampah melalui konsep 6R: rethink, refuse, reduce, reuse, recycle, dan rot.
Inisiatif ini sejalan dengan nilai-nilai tradisional yang menekankan gaya hidup ramah lingkungan serta menghargai alam dan sumber daya. Masyarakat Bugis Makassar di Sulawesi Selatan memiliki berbagai tradisi yang tidak hanya kaya akan nilai budaya, tetapi juga mencerminkan praktik hidup yang selaras dengan alam.
Beberapa di antaranya dapat menjadi inspirasi dalam menerapkan gaya hidup ramah lingkungan.
1. Mappalette Bola: Tradisi Pindah Rumah
Mappalette Bola adalah tradisi memindahkan rumah secara gotong royong tanpa membongkarnya. Rumah panggung khas Bugis diangkat dan dipindahkan ke lokasi baru dengan bantuan komunitas.
Praktik ini menunjukkan pemanfaatan sumber daya secara efisien dan mengurangi limbah konstruksi. Selain itu, semangat kebersamaan dalam tradisi ini memperkuat ikatan sosial antarwarga.
BACA JUGA: Gaya Hidup Minimalis ala Gen Z Sulsel, Sederhana Tapi Bikin Bahagia
BACA JUGA: Mappacci: Tradisi Pernikahan Bugis yang Tetap Relevan untuk Generasi Milenial
2. Mappadendang: Pesta Tani sebagai Wujud Syukur
Mappadendang adalah tradisi syukuran pascapanen padi yang dilakukan dengan menumbuk gabah di lesung secara bersama-sama. Kegiatan ini tidak hanya sebagai ungkapan rasa syukur, tetapi juga sebagai bentuk pelestarian alat tradisional dan metode pengolahan pangan yang ramah lingkungan.
Penggunaan alat-alat tradisional ini mengurangi ketergantungan pada mesin-mesin modern yang boros energi.
3. Kuliner Berbahan Dasar Lokal
Masakan tradisional seperti Tumpi-tumpi Ikan Mairo, yang terbuat dari ikan teri dicampur parutan kelapa dan digoreng, merupakan contoh pemanfaatan bahan pangan lokal. Penggunaan bahan-bahan yang tersedia di sekitar mengurangi jejak karbon yang dihasilkan dari transportasi bahan pangan jarak jauh.
Selain itu, kuliner ini menjadi bagian dari tradisi sahur masyarakat Bugis Makassar selama bulan Ramadan, menunjukkan keterkaitan antara budaya dan keberlanjutan.
4. Nilai Siri’ Na Pacce: Kehormatan dan Solidaritas
Siri’ Na Pacce adalah filosofi yang mengajarkan tentang kehormatan (siri’) dan solidaritas (pacce). Nilai ini mendorong masyarakat untuk saling membantu dan menjaga lingkungan bersama demi kebaikan bersama.
Dengan mengadopsi nilai-nilai dari tradisi Bugis Makassar, kita dapat belajar untuk hidup lebih harmonis dengan alam melalui praktik-praktik sederhana namun bermakna. (fit/in)
Sumber : Jurnal Ilmiah Ilmu-ilmu Sosial, Universitas Muslim Maros, Gaya Hidup Zero Waste: Gaya Hidup Ramah Lingkungan di Kalangan Anak Muda di Kota Makassar