INSPIRASI NUSANTARA–Mappacci, salah satu ritual dalam prosesi pernikahan adat Bugis, telah menjadi simbol penting yang kaya akan nilai spiritual, sosial, dan budaya. Tradisi ini terus bertahan, meski zaman berubah dan masyarakat Bugis dihadapkan pada arus modernisasi.
Dalam konteks generasi milenial, Mappacci tetap relevan, bahkan mengalami berbagai adaptasi untuk menyesuaikan dengan nilai dan kebutuhan zaman tanpa kehilangan esensinya.
Apa Itu Mappacci?
Dalam bahasa Bugis, Mappacci berarti “membersihkan” atau “mensucikan”. Tradisi ini dilakukan sebagai persiapan spiritual dan fisik calon mempelai sebelum melangsungkan akad nikah. Pelaksanaan Mappacci sarat dengan simbolisme yang merepresentasikan doa dan harapan untuk kehidupan rumah tangga yang bahagia, sejahtera, dan diberkahi.
Prosesi utama dalam Mappacci meliputi:
1. Mandi Pengantin (Cemme Botting)
Ritual pemandian ini bertujuan membersihkan calon mempelai secara simbolis dari hal-hal buruk yang dapat mengganggu kehidupan rumah tangga. Prosesi ini juga melibatkan doa untuk memohon perlindungan dan keberkahan dari Allah SWT.
2. Pemakaian Baju Adat Bugis (Baju Bodo)
Pakaian adat Bugis, seperti baju bodo, dikenakan oleh calon pengantin. Pakaian ini tidak hanya menampilkan keindahan budaya Bugis tetapi juga melambangkan identitas dan warisan leluhur yang dijaga hingga kini.
3. Khatam Al-Qur’an (Mappanre Temme)
Dalam prosesi ini, calon mempelai wanita mendengarkan lantunan ayat suci Al-Qur’an sebagai simbol permohonan doa kepada Allah untuk memulai kehidupan baru yang diridai-Nya.
4. Pembacaan Barzanji
Pembacaan syair-syair pujian kepada Nabi Muhammad SAW menjadi bagian dari Mappacci untuk memohon keberkahan dan kelancaran dalam pernikahan.
Peran Generasi Milenial dalam Pelestarian Mappacci
Dalam perkembangannya, Mappacci di mengalami sejumlah perubahan. Hal ini didorong oleh beberapa faktor, salah satunya modernisasi dan media sosial.
Kehadiran teknologi dan media sosial membawa pengaruh budaya global yang mendorong masyarakat untuk menyesuaikan tradisi ini agar lebih relevan dengan tren masa kini. Misalnya, pakaian adat Bugis kini sering dimodifikasi menjadi lebih modern dan sederhana tanpa menghilangkan identitas budaya.
Faktor laimnya ialah pendidikan formal. Akses yang lebih luas terhadap pendidikan membuat generasi muda lebih kritis terhadap elemen tradisi yang tidak sesuai dengan nilai-nilai agama, khususnya Islam. Mereka cenderung melakukan modifikasi pada ritual yang dianggap tidak relevan, seperti penggantian sesajen dengan doa-doa Islami.
Selain itu, pengaruh budaya dari luar melalui migrasi dan perjalanan membawa perspektif baru yang sering kali diterapkan dalam pelaksanaan Mappacci. Tradisi ini berkembang dengan variasi baru yang mengakomodasi nilai-nilai kontemporer.
Generasi muda memainkan peran penting dalam adaptasi dan pelestarian tradisi Mappacci. Meski memiliki pandangan yang lebih modern, mereka tetap menghargai nilai-nilai tradisi ini.
Beberapa pasangan muda memilih mengenakan pakaian adat Bugis dengan sentuhan modern, seperti penggunaan kain yang lebih simpel dan desain yang modis. Ritual Mappacci kini lebih banyak diisi dengan doa-doa Islami, menggantikan elemen-elemen mistis seperti penggunaan sesajen.
Relevansi Mappacci di Era Modern
Tradisi Mappacci menjadi contoh nyata bagaimana warisan budaya dapat bertahan di tengah modernisasi. Generasi milenial menjadikan tradisi ini sebagai ruang untuk mempererat hubungan sosial, keluarga, dan spiritualitas.
Bagi masyarakat Bugis, Mappacci adalah simbol harmoni antara tradisi dan modernitas. Dengan pelestarian yang mengedepankan esensi budaya, Mappacci tetap menjadi kebanggaan sebagai warisan budaya yang relevan sepanjang masa. (*/IN)
Sumber:
1. Ummu Kalsum (2024), “Tren Adaptasi Budaya dan Agama dalam Pelaksanaan Tradisi Mappacci” dalam Tomacca: Jurnal Pendidikan Islam.
2. Nuruddi dan Nur Nahar (2022), “Nilai-Nilai Budaya Upacara Mappacci Dalam Proses Pernikahan Adat Suku Bugis di Desa Labuahan Aji Kecamatan Trano Kabupaten Sumbawa” dalam Jurnal Ilmiah Mandala Education (JIME).