INSPIRASI NUSANTARA–Dalam adat pernikahan masyarakat Bugis di Sulawesi Selatan, cincin bukan sekadar perhiasan, melainkan simbol janji suci yang mengikat dua keluarga. Tradisi Mappetuada, prosesi lamaran resmi dalam budaya Bugis, sering kali ditandai dengan tukar cincin sebagai bentuk kesepakatan dan komitmen.
Dalam budaya Bugis di Sulawesi Selatan, cincin memiliki peran penting dalam prosesi pernikahan. Salah satu momen yang menandai perjalanan menuju pernikahan adalah Mappetuada, yakni pertemuan resmi antara kedua keluarga calon pengantin untuk membahas kesepakatan pernikahan.
Salah satu simbol dari prosesi ini adalah tukar cincin, yang menandai komitmen kedua belah pihak. Meskipun tidak selalu menjadi bagian wajib dalam adat Bugis, tradisi tukar cincin semakin umum dilakukan.
Dilansir dari Jurnal Al-Qadau, dalam masyarakat Bugis Sidenreng Rappang, tukar cincin menjadi syarat sebelum pernikahan dilangsungkan. Cincin bukan hanya sekadar perhiasan, tetapi menjadi simbol janji dan komitmen yang diharapkan bertahan seumur hidup.
Seiring berkembangnya zaman dan pengaruh media sosial, masyarakat kini mengadopsi berbagai budaya baru dalam prosesi pernikahan, termasuk ritual tukar cincin. Namun, esensi utama dari tradisi ini tetaplah menunjukkan penghormatan terhadap kesepakatan keluarga serta mempererat hubungan antara kedua belah pihak.
Berikut adalah beberapa tahapan upacara adat pernikahan Bugis:
1. Mammanu’-manu’
Tahapan awal ini merupakan proses penyelidikan secara tidak langsung oleh pihak keluarga calon mempelai pria terhadap keluarga calon mempelai wanita. Biasanya, orang tua atau perwakilan yang lebih tua akan menanyakan secara halus tentang status dan kesediaan calon pengantin perempuan untuk menerima lamaran.
2. Mappésé-pésé
Ini adalah kunjungan resmi pertama di mana pihak keluarga pria mengajukan pertanyaan secara lebih terbuka, seperti apakah calon pengantin wanita sedang dekat dengan seseorang dan apakah masih memungkinkan untuk dilamar. Jika keluarga wanita memberikan sinyal positif, maka proses lamaran bisa dilanjutkan.
3. Mappettuada (Lamaran Resmi)
Pada tahap ini, kedua keluarga bertemu secara resmi untuk membicarakan mahar, tanggal pernikahan, dan berbagai persyaratan adat lainnya. Tukar cincin sering kali dilakukan dalam prosesi ini sebagai simbol ikatan dan kesepakatan antara kedua calon pengantin.
4. Mappasau Botting & Cemme Pasih
Menjelang hari pernikahan, calon pengantin akan menjalani perawatan tradisional selama tiga hari berturut-turut. Ritual ini meliputi mandi uap, pemakaian bedak hitam dari beras ketan, hingga Cemme Pasih, yaitu mandi tolak bala sebagai doa perlindungan dari bahaya sebelum pernikahan.
5. Mappanre Temme
Khatam Al-Qur’an dilakukan sehari sebelum pernikahan sebagai bentuk persiapan spiritual. Biasanya, acara ini diiringi pembacaan Barzanji yang dipimpin oleh seorang imam.
6. Mappacci atau Tudampenni
Upacara Mappacci menggunakan daun pacar yang melambangkan kesucian dan kebersihan. Ritual ini menandai kesiapan kedua calon pengantin untuk memasuki kehidupan rumah tangga dengan hati dan jiwa yang bersih.
7. Mappenre Botting
Pada hari pernikahan, calon pengantin pria diantar menuju rumah mempelai wanita dengan iring-iringan adat. Beberapa orang berpakaian tradisional membawa keris di depan rombongan sebagai bagian dari prosesi ini.
8. Maduppa Botting
Setibanya di rumah pengantin wanita, dilakukan penyambutan resmi yang melibatkan berbagai tokoh adat dan keluarga besar dari kedua belah pihak.
9. Mappasikarawa / Mappasiluka
Setelah akad nikah selesai, prosesi Mappasiluka dilakukan dengan mengantar pengantin pria ke kamar pengantin wanita. Prosesi ini menandakan penyatuan kedua mempelai secara sah.
10. Marola / Mapparola
Sehari setelah pernikahan, keluarga mempelai wanita akan mengantar pengantin wanita ke rumah keluarga suaminya sebagai bentuk kunjungan balasan.
Tukar cincin dalam adat Bugis bukan sekadar simbol, tetapi mencerminkan nilai-nilai budaya yang kuat. Cincin melambangkan komitmen, harga diri, serta kepercayaan yang harus dijaga oleh kedua calon mempelai.
Di tengah perkembangan zaman, tradisi ini tetap menjadi bagian penting dalam pernikahan masyarakat Bugis, menunjukkan betapa eratnya hubungan adat dan kehidupan modern. (fit/in)
Sumber : Jurnal Al-Qadau, Menelusuri Tradisi Tukar Cincin dalam Mappetuada: Implikasi Maqasidh AlSyariah terhadap Keluarga dan Masyarakat