Budaya  

Distaff Day 7 Januari: Dedikasi Perempuan di Balik Keindahan Tenun Sulsel

Distaff Day 7 Januari: Dedikasi Perempuan di Balik Keindahan Tenun Sulsel
Distaff Day 7 Januari: Dedikasi Perempuan di Balik Keindahan Tenun Sulsel. (foto:istimewa)

INSPIRASI NUSANTARA – Setiap tanggal 7 Januari, dunia merayakan Distaff Day, sebuah hari khusus yang didedikasikan untuk menghormati kontribusi perempuan dalam seni tekstil. Salah satu tradisi yang mencerminkan penghormatan ini dapat ditemukan di Sulawesi Selatan, melalui keindahan tenun sutra Lipa Sabbe.

Setiap tanggal 7 Januari, dunia merayakan Distaff Day, sebuah hari istimewa yang didedikasikan untuk menghargai peran perempuan dalam seni tekstil. Di Sulawesi Selatan, tradisi tenun sutra Lipa Sabbe menjadi cerminan nyata penghormatan terhadap perempuan yang menjaga dan melestarikan warisan budaya melalui keahlian tangan yang diwariskan dari generasi ke generasi.

Menurut Kementerian Keuangan, Desa Pakanna di Kabupaten Wajo dikenal sebagai pusat penghasil sutra terbesar di Sulawesi Selatan dan bahkan dijuluki sebagai “Kampung Tenun.” Hampir di seluruh wilayah Kabupaten Wajo, masyarakat terlibat dalam budi daya ulat sutera dan produksi kain tenun sutra.

 

Sejarah Tenun Bugis-Makassar

Tradisi menenun di kalangan masyarakat Bugis mulai berkembang pada abad ke-15, bersamaan dengan masuknya Islam ke Sulawesi Selatan.

Lipa Sabbe, yang berarti “sarung sutra” dalam bahasa Bugis (Lipa berarti sarung dan Sabbe berarti sutra), dianggap sakral dan memiliki nilai budaya tinggi. Keahlian menenun menjadi keterampilan wajib yang diwariskan untuk menjaga tradisi leluhur.

Tenun sutra dari Sengkang, ibu kota Kabupaten Wajo, turut memperkaya budaya dan keragaman Indonesia. Dalam bahasa Bugis, sutra disebut sabbe dan menjadi kebanggaan masyarakat Bugis.

Hingga kini, kain tenun ini masih digunakan sebagai pakaian adat dalam berbagai upacara, hadiah istimewa, serta simbol kehormatan yang dianggap suci.

Peran Perempuan dalam Tradisi Tenun

Menenun bukan sekadar pekerjaan bagi perempuan Bugis-Makassar, melainkan juga penghormatan terhadap nilai-nilai leluhur. Tradisi ini diwariskan dari ibu kepada anak perempuan mereka.

Di Sengkang, perempuan sering bekerja bersama dalam kelompok untuk membuat kain sutra khas Bugis, sebuah aktivitas yang tidak hanya melestarikan budaya tetapi juga mendukung perekonomian keluarga.

Pola-pola khas dalam kain tenun seperti Balo Lobang dan Balo Renni memiliki makna mendalam yang melambangkan harmoni, kekuatan, dan keindahan kehidupan masyarakat Bugis.

Meskipun tradisi ini tetap dilestarikan, perempuan Bugis-Makassar menghadapi berbagai tantangan, seperti kenaikan harga bahan baku dan persaingan dari produk tekstil modern yang lebih murah.

Namun, berbagai upaya pelestarian terus dilakukan melalui pelatihan, pameran budaya, hingga kampanye mencintai produk lokal.

Peringatan Distaff Day menjadi pengingat pentingnya peran perempuan dalam seni tekstil tradisional, termasuk di Bugis-Makassar. Momen ini mengajak kita untuk terus menjaga warisan budaya yang berharga, serta mendukung perempuan sebagai penjaga tradisi dan sejarah.

Dengan semangat Distaff Day, seni tenun Bugis-Makassar patut dihargai sebagai bagian dari identitas budaya Sulawesi Selatan yang kaya dan tak ternilai. (fit/in)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *