back to top
Rp0

Tidak ada produk di keranjang.

InspirasiNusantara.id “MENGEDUKASI, MENGINSPIRASI, MENGGERAKKAN”
27.2 C
Jakarta
Rp0

Tidak ada produk di keranjang.

Jadilah Member Kami

Dapatkan konten Eksklusif yang menarik

― Advertisement ―

spot_img

Masa Orientasi Sekolah Makassar Usung Edukasi Lingkungan dan Parenting

MAKASSAR, Inspirasinusantara.id --Masa orientasi sekolah tahun ajaran baru di Kota Makassar akan menekankan pada pengenalan lingkungan hidup melalui pembiasaan buang sampah pada tempatnya dan...
BerandaBudayaHari Bumi: Belajar dari 4 Kearifan Lokal Sulsel Ini!

Hari Bumi: Belajar dari 4 Kearifan Lokal Sulsel Ini!

INSPIRASI NUSANTARA–Hari Bumi menjadi momen untuk mengingatkan kita pentingnya menjaga kelestarian planet kita. Di Sulawesi Selatan, tradisi yang diwariskan oleh nenek moyang sejak lama telah mengajarkan kita untuk hidup harmonis dengan alam.

Hari Bumi diperingati setiap tanggal 22 April sebagai pengingat global bahwa bumi kita membutuhkan perhatian, kepedulian, dan tindakan nyata. Di tengah krisis iklim, polusi, dan kerusakan ekosistem, Hari Bumi menjadi momentum penting untuk merefleksi gaya hidup kita dan memperkuat komitmen menjaga lingkungan.

Dilansir dari Lingkar Studi Sains, Hari Bumi pertama kali dicanangkan oleh Senator Amerika Serikat, Gaylord Nelson, pada tahun 1970. Dia adalah seorang pengajar di bidang disiplin ilmu lingkungan hidup.

Hari Bumi bukan sekadar agenda tahunan. Ia adalah panggilan hati dan bagi masyarakat Sulawesi Selatan, panggilan ini telah lama dijawab lewat kearifan lokal yang hidup dalam budaya dan tradisi mereka.

Hari Bumi dan 4 Kerifan lokal dari Sulsel

Hari Bumi tahun ini, mari kita belajar dari 4 kearifan lokal Sulawesi Selatan yang bukan hanya mengakar kuat, tapi juga sarat nilai ekologis.

1. Pasang ri Kajang – Bulukumba

Pasang ri Kajang adalah filosofi hidup masyarakat adat Ammatoa Kajang yang menjunjung tinggi keselarasan dengan alam. Mereka melarang penebangan pohon tanpa izin, sebagai bentuk penghormatan terhadap hutan adat yang dianggap warisan suci leluhur.

2. Songkabala – Maros dan Wilayah Bugis

Songkabala adalah ritual adat syukuran sebelum masa tanam dimulai, yang dilakukan dengan doa dan prosesi adat sebagai bentuk penghormatan terhadap tanah dan kesuburannya. Tradisi ini mencerminkan hubungan spiritual petani dengan siklus alam, serta memperkuat gotong royong antarwarga dalam menjaga ekosistem pertanian.

Songkabala mengajarkan bahwa kesuburan tanah dan hasil panen terbaik datang dari rasa hormat terhadap alam.

Baca juga : Tradisi Songkabala: Kearifan Lokal Sulsel Penolak Bala yang Masih Hidup di Tengah Modernitas

3. Irigasi Tradisional – Luwu Raya dan Enrekang

Di wilayah Luwu dan Enrekang, sistem irigasi tradisional dikenal dengan prinsip Rakkala, yaitu pembagian air secara musyawarah dan adil. Sistem ini mencegah konflik antarpetani, memastikan keberlanjutan pasokan air, dan menjadi bentuk konservasi sumber daya air yang lestari.

Nilai-nilai seperti keadilan, kebersamaan, dan efisiensi menjadikan praktik ini relevan di tengah tantangan krisis air saat ini.

4. Appalili – Budaya Tani Bugis

Appalili merupakan tradisi pemanggilan semangat alam dan leluhur yang dilakukan saat musim tanam tiba. Prosesi ini tak hanya bersifat spiritual, tapi juga menjadi cara masyarakat untuk menghormati waktu tanam dan panen sesuai siklus alam.

Dengan Appalili, manusia diingatkan akan tanggung jawabnya menjaga keberlangsungan tanah, air, dan ekosistem yang menopang kehidupan mereka.

Hari Bumi bukan sekadar hari peringatan, tapi panggilan untuk bertindak. Dan mungkin, solusi terbaik tidak harus datang dari luar karena ia sudah ada, terjaga dalam kearifan yang diwariskan sejak lama di tanah kita sendiri.(*/IN)