INSPIRASI NUSANTARA— Quiet quitting merupakan sebuah perilaku yang mencerminkan pergeseran cara pandang terhadap dunia kerja. Fenomena quiet quitting di kalangan Gen Z dan milenial sering dikaitkan dengan job mismatch.
Quiet quitting adalah istilah yang menggambarkan perilaku pekerja yang memutuskan untuk hanya melakukan tugas yang sesuai dengan deskripsi pekerjaan mereka, tanpa melakukan pekerjaan tambahan atau berusaha lebih keras dari yang diminta. Ini bukan berarti berhenti dari pekerjaan secara fisik, tetapi lebih kepada pengurangan usaha dan keterlibatan di tempat kerja.
Salah satu alasan tejadinya perilaku quiet quitting ini ialah kaitannya dengan job mismatch atau ketidakcocokan skil ataupun passion dengan bidang pekerjaan yang sedang dikerjakan. Hal ini membuat kurangnya gairah atau motivasi untuk berbuat lebih dalam bekerja.
Dalam Talk Show bertajuk Understanding Job Mismatch in Today’s Workforce by Populix yang diselenggarakan oleh Kementrian Ketenagakerjaan RI, staf khusus menteri Ketenagakerjaan, Reza Hafiz Akbar, mengungkapkan bahwa mismatch tidak hanya dialami oleh para pencari kerja, tetapi juga bagi mereka yang sudah bekerja. “Lowongannya saja ada mismatch gimana kalau udah Bekerja, kan gitu yah,” kata Reza (24/8).
Reza melanjutkan penjelasannya bahwa berdasarkan hasil survei IDN, faktor utama bagi milenial dan Gen Z untuk bekerja bukanlah kesesuaian skill dan minat, tetapi perkara gaji. “Yang pertama adalah, gak apa-apa deh enggak kerja sesuai dengan passion atau minat gua, yang penting cuannya dapat,” jelasnya.
Berikut adalah beberapa cara quiet quitting membantu mereka menjaga kewarasan di tengah tekanan kerja
- Menjaga Batasan yang Sehat
Gen Z dan milenial lebih sadar akan pentingnya batasan yang sehat antara pekerjaan dan kehidupan pribadi. Mereka paham bahwa bekerja tanpa henti akan berdampak buruk pada kesehatan mental, fisik, dan hubungan sosial. Quiet quitting memungkinkan mereka melakukan pekerjaan yang diperlukan, tetapi tidak terlibat dalam hal-hal di luar itu yang bisa mengganggu waktu pribadi mereka.
- Menghindari Burnout
Dengan tidak terlibat dalam tanggung jawab tambahan atau bekerja melebihi waktu, quiet quitting adalah cara untuk menghindari burnout. Generasi ini sering berada di bawah tekanan untuk “lebih produktif,” tetapi mereka tahu bahwa terus-menerus mendorong diri bisa berakibat pada kelelahan. Quiet quitting memberi mereka ruang untuk tetap produktif tanpa mengorbankan kesehatan.
- Memprioritaskan Kesehatan Mental
Dalam iklim kerja yang sering menuntut lebih banyak jam kerja dan tanggung jawab, quiet quitting adalah bentuk perlawanan halus terhadap ekspektasi yang tidak sehat. Dengan membatasi keterlibatan mereka, Gen Z dan milenial dapat lebih fokus pada menjaga kesehatan mental, mengurangi stres, dan mencegah kelelahan emosional.
- Fokus pada Kualitas Hidup
Generasi muda ini lebih menghargai pengalaman hidup daripada hanya mengejar jabatan atau uang. Quiet quitting memungkinkan mereka mempertahankan pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan finansial, tetapi tetap memiliki waktu dan energi untuk mengejar passion, hobi, atau waktu bersama keluarga dan teman-teman.
- Melawan Ekspektasi Kerja yang Berlebihan
Dalam beberapa lingkungan kerja, ada harapan tidak tertulis bahwa karyawan harus “memberikan lebih” untuk dianggap berharga. Quiet quitting adalah cara Gen Z dan milenial untuk menggugat budaya hustle dan menolak ide bahwa nilai seseorang diukur berdasarkan seberapa banyak waktu yang mereka habiskan di kantor atau seberapa jauh mereka melampaui deskripsi pekerjaan mereka.
- Mencari Kepuasan di Luar Pekerjaan
Quiet quitting juga mencerminkan bahwa bagi generasi ini, kepuasan hidup tidak selalu berasal dari pekerjaan. Mereka mencari makna dan kebahagiaan di luar pekerjaan—apakah itu melalui kegiatan sosial, hubungan pribadi, atau proyek-proyek kreatif. Dengan tidak menguras energi di tempat kerja, mereka bisa lebih menikmati aspek kehidupan lain yang memberi kepuasan.
Quiet quitting adalah strategi bagi Gen Z dan milenial untuk tetap waras dan sehat dalam pekerjaan, terutama dalam lingkungan yang bisa menguras fisik dan mental. Dengan menetapkan batasan yang jelas, mengutamakan kesejahteraan, dan menolak ekspektasi kerja yang berlebihan, mereka memastikan bahwa pekerjaan tidak mendominasi kehidupan mereka. Ini adalah bentuk revolusi kerja, di mana kesejahteraan pribadi lebih diutamakan daripada ambisi yang dipaksakan oleh budaya kerja yang menuntut. (*/IN)