back to top
Rp0

Tidak ada produk di keranjang.

InspirasiNusantara.id “MENGEDUKASI, MENGINSPIRASI, MENGGERAKKAN”
26.4 C
Jakarta
Rp0

Tidak ada produk di keranjang.

Jadilah Member Kami

Dapatkan konten Eksklusif yang menarik

― Advertisement ―

spot_img

ChatGPT dan AI: Menggali Jejak Karbon di Balik Kecanggihan

Inspirasinusantara.id -- Di balik satu pertanyaan yang kita ketik ke ChatGPT, tersembunyi aliran listrik dan tetesan air yang bekerja diam-diam. Teknologi ini memang mengagumkan,...
BerandaBudayaRitual Mabbissa Lompu: Kearifan Lokal Sulsel dalam Etika Pengelolaan Lingkungan

Ritual Mabbissa Lompu: Kearifan Lokal Sulsel dalam Etika Pengelolaan Lingkungan

INSPIRASI NUSANTARA– Masyarakat adat Karampuang menunjukkan pola hidup selaras dengan alam yang tumbuh dari akar kearifan lokal Sulsel. Mereka tidak memandang pelestarian lingkungan hanya sebagai kewajiban ekologis, melainkan sebagai bagian dari penghormatan terhadap nilai-nilai leluhur.

Masyarakat adat Karampuang di Sulawesi Selatan menjunjung tinggi pandangan bahwa alam bukan sekadar ruang hidup, tetapi juga memiliki jiwa dan penjaga spiritual yang wajib dihormati. Pandangan ini tumbuh dari kearifan lokal Sulsel, yang memuat prinsip-prinsip kehidupan beretika dalam berinteraksi dengan alam semesta.

Prinsip hidup tersebut diimplementasikan dalam bentuk etika lingkungan yang hidup dalam tradisi mereka, salah satunya melalui ritual sakral bernama Mabbissa Lompu. Ritual ini merupakan pengejawantahan dari kearifan lokal Sulsel yang berfungsi sebagai pengingat kolektif untuk menjaga keseimbangan dan harmoni antara manusia dan alam.

Dilansir dari Jurnal Sainsmart, etika masyarakat adat Karampuang dituangkan melalui sebuah pantangan atau larangan dalam pengelolaan lingkungan. Masyarakat adat Karampuang mempercayai bahwa setiap sudut di dalam lingkungan tersebut ada penunggunya, maka dari itu perlu dijaga kelestariannya.

Kearifan Lokal sebagai Identitas Budaya dan Sistem Pengelolaan Alam

Etika pengelolaan lingkungan dalam masyarakat adat Karampuang dilandasi oleh tiga elemen budaya: Mentifact (nilai dan kepercayaan), Sociofact (struktur sosial), dan Artefact (alat, simbol, dan benda budaya).

Ketiganya terjalin dalam Paseng ri Ade’—kumpulan ajaran leluhur yang memuat norma, larangan, ajakan, serta sanksi adat. Salah satu yang masih lestari ialah penggunaan alat pengasapan ikan sebagai teknologi tepat guna, yang tidak hanya ramah lingkungan tetapi juga bernilai ekonomis.

Hal ini menunjukkan bahwa kearifan lokal Sulsel tidak menolak kemajuan, melainkan menyesuaikan dengan prinsip keseimbangan antara kebutuhan dan kelestarian.

Pelajaran Bagi Generasi Muda: Menjaga Alam adalah Menjaga Identitas

Generasi muda Sulawesi Selatan hari ini memiliki tanggung jawab penting untuk tidak melupakan akar budayanya. Ritual Mabbissa Lompu bukan sekadar warisan, tetapi sumber nilai yang bisa ditransformasikan dalam kehidupan modern.

Di tengah ancaman krisis iklim dan eksploitasi alam, etika lokal seperti yang dijalankan masyarakat adat Karampuang menjadi contoh konkret bagaimana manusia dapat hidup selaras dengan alam. Generasi muda bisa belajar dari nilai-nilai ini dengan menjadikan lingkungan sebagai bagian dari identitas, bukan hanya sumber daya.

Pendekatan ini akan membawa pada pola hidup berkelanjutan yang berakar kuat pada budaya lokal. (*/IN)

SUMBER : Syarif, E. (2017). Pengelolaan lingkungan dalam perspektif kearifan lokal masyarakat adat Karampuang Kabupaten Sinjai Sulawesi Selatan. Jurnal Sainsmat, Vol. VI, No. 2, hlm. 49–55. ISSN 2579-5686 (Online), ISSN 2086-6755 (Cetak). Diakses dari http://ojs.unm.ac.id