back to top
Rp0

Tidak ada produk di keranjang.

InspirasiNusantara.id “MENGEDUKASI, MENGINSPIRASI, MENGGERAKKAN”
28.6 C
Jakarta
Rp0

Tidak ada produk di keranjang.

Jadilah Member Kami

Dapatkan konten Eksklusif yang menarik

― Advertisement ―

spot_img

Seni Melawan Krisis Iklim di Makassar

MAKASSAR, Inspirasinusantara.id — Di sebuah dinding papan tripleks di Gedung PKM UIN Alauddin Makassar, cat warna-warni mengalir dari kuas tangan-tangan muda. Lukisan itu menampilkan...
BerandaPemerintahanBuruh Bangunan di Makassar Tak Paham Program Perlindungan Pekerja Rentan

Buruh Bangunan di Makassar Tak Paham Program Perlindungan Pekerja Rentan

IN, Makassar – Minimnya informasi membuat banyak buruh harian lepas di Makassar tidak memahami program perlindungan sosial pekerja rentan, termasuk BPJS Ketenagakerjaan.

Hal ini diakui oleh Akbar Dg Manai, seorang buruh bangunan yang telah bekerja sejak tahun 1989.

“Saya tidak tahu itu BPJS Ketenagakerjaan, tidak tahu juga manfaatnya apa,” ujar Akbar saat diwawancarai, Kamis (2/5).

Baca Juga: Hari Pendidikan Nasional, Mengejar Ketertinggalan di Ujung Negeri

Ia mengaku selama ini tidak pernah mendapatkan informasi jelas terkait program perlindungan pekerja rentan dari pemerintah.

Akbar menjelaskan bahwa selama bekerja sebagai buruh bangunan, ia sering ikut proyek bersama mandor atau kadang mengerjakan proyek sendiri.

Namun, soal perlindungan kerja dan jaminan sosial, ia sama sekali tidak memiliki akses informasi atau pemahaman.

“Saya tidak mengerti itu perlindungan kerja atau jaminan, pokoknya saya kerja saja. Kalau ada program, ya alhamdulillah,” tambahnya.

Kurangnya pemahaman ini dinilai sebagai cerminan dari lemahnya upaya pemerintah dalam menyosialisasikan program perlindungan pekerja rentan di kota Makassar.

Menurut Junaid Judda dari Serikat Buruh Industri Pertambangan dan Energi Kawasan Industri Bantaeng (SBIPE-KIBA), kondisi ini cukup memprihatinkan.

“Keterlibatan pemerintah sangat minim, bahkan tidak ada, terutama untuk buruh perempuan. Situasi ini mengancam jaminan sosial dan ketenagakerjaan,” ungkap Junaid.

Ia menilai bahwa tidak adanya antisipasi pasca-PHK juga memperburuk perlindungan terhadap buruh.

Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa efektivitas program perlindungan pekerja di Makassar masih tertinggal dibanding kota lain.

Menurutnya, masih banyak pekerja yang tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan atau tidak diberi pemahaman memadai soal hak-haknya.

“Harus ada keterlibatan semua pihak, termasuk serikat buruh, pengusaha, dan pemerintah dalam menyelesaikan persoalan ini,” tegasnya.

Kolaborasi dinilai penting untuk menjamin perlindungan yang merata bagi pekerja rentan.

Minimnya sosialisasi dan lemahnya dukungan struktural menjadi hambatan utama dalam meningkatkan partisipasi buruh terhadap program perlindungan.

Tanpa upaya serius, para buruh harian lepas seperti Akbar akan terus berada dalam ketidakpastian dan risiko kerja yang tinggi. (mg1/IN)