INSPIRASI NUSANTARA–Harapan pasar terhadap pelonggaran kebijakan moneter The Fed memudar, membuat rupiah kembali terperosok ke level Rp16.300/US$.
Rupiah kembali tertekan terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di tengah langkah Bank Sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) yang diproyeksikan tidak agresif dalam menurunkan suku bunga pada 2025. Data Refinitiv mencatat, pada Jumat (20/12/2024), rupiah dibuka melemah 0,03% di level Rp16.290/US$.
Namun, tak lama setelah perdagangan dimulai, nilai tukar rupiah terdepresiasi lebih dalam ke angka Rp16.300/US$. Indeks dolar AS (DXY) juga menunjukkan penguatan tipis, naik 0,01% ke posisi 108,42 pada pukul 09:01 WIB.
Angka ini lebih tinggi dibandingkan penutupan sehari sebelumnya di level 108,41. Kenaikan ini mengindikasikan dominasi dolar AS yang terus berlanjut, didorong oleh langkah hawkish The Fed terkait kebijakan suku bunga di masa mendatang.
Dalam pernyataannya, The Fed menyebut bahwa pemangkasan suku bunga acuan (Fed Funds Rate) pada 2025 kemungkinan hanya dilakukan sebanyak dua kali, lebih rendah dibandingkan proyeksi sebelumnya sebesar 100 basis poin (bps). Jerome Powell, Ketua The Fed, menekankan pentingnya pendekatan yang hati-hati dalam mengatur kebijakan moneter.
Sikap ini memicu penguatan dolar AS yang berimbas pada pelemahan mata uang negara berkembang, termasuk rupiah.
Kepala Ekonom Maybank Indonesia, Myrdal Gunarto, menyebut bahwa pelemahan rupiah ini tidak lepas dari kekecewaan pasar terhadap langkah hati-hati The Fed.
“Pasar awalnya berharap pada penurunan suku bunga yang lebih besar, tetapi pendekatan yang lebih konservatif dari The Fed memengaruhi ekspektasi, sehingga rupiah mengalami tekanan,” jelas Myrdal.
Dominasi dolar AS yang masih kuat menjadi tantangan tersendiri bagi negara-negara berkembang, terutama dalam menjaga stabilitas nilai tukar di tengah dinamika global yang terus berubah. (fit/in)