INSPIRASI NUSANTARA–Gen Z menghadapi dilema besar, yaitu memilih untuk mengejar passion yang menjadi impian atau bertahan pada pekerjaan yang menawarkan kestabilan finansial. Tantangan yang dikenal sebagai quarter-life crisis ini menjadi ujian penting bagi mereka dalam menentukan arah hidup.
Generasi Z (Gen Z), yang lahir antara tahun 1997 hingga 2012, kini tengah menghadapi tantangan besar saat memasuki dunia dewasa. Dalam era globalisasi, digitalisasi, dan perubahan sosial-ekonomi yang cepat, banyak dari mereka terjebak dalam dilema yang dikenal sebagai quarter-life crisis.
BACA JUGA: Tantangan Gen Z di Dunia Kerja: Mengapa Banyak yang Terancam PHK?
Gen Z menghadapi dilema besar dalam hidup mereka, yakni menyeimbangkan keinginan untuk mengejar passion yang sesuai dengan minat dan bakat dengan tuntutan memilih pekerjaan yang mampu memberikan kestabilan finansial di tengah tekanan sosial dan realitas ekonomi.
Fenomena Quarter-Life Crisis di Kalangan Gen Z
Dilansir dari National Library of Medicine, Istilah “quarter life crisis” atau fenomena “usia dua puluhan” awalnya digunakan oleh Alexander Robbins dan Wilne, mengacu pada transisi dari kehidupan yang nyaman ke realitas penuh tekanan. Kondisi ini umum terjadi pada usia 20-an hingga awal 30-an, ditandai dengan rasa cemas dan ketidakpastian akan masa depan.
BACA JUGA: Gen Z Diprediksi Lebih Cemas Soal Karir pada 2025
Menurut survei LinkedIn, sekitar 75% individu berusia 25-33 tahun mengaku menghadapi krisis ini. Di Indonesia, sebuah penelitian di Surabaya menunjukkan bahwa 55,6% orang dewasa muda mengalami gejala serupa. Bahkan, 59% mahasiswa akhir di Makassar merasa khawatir terhadap masa depan mereka, terutama terkait pilihan karier.
Gen Z tumbuh dengan ekspektasi tinggi terhadap diri sendiri. Kehadiran media sosial sering kali memunculkan perbandingan hidup yang tidak sehat.
Melihat orang seusia mereka sukses sebagai content creator atau pengusaha membuat banyak Gen Z merasa tertekan untuk segera berhasil di usia muda.
Menggabungkan Passion dan Stabilitas: Apakah Mungkin?
Meskipun dilema ini tampak kompleks, banyak Gen Z menemukan jalan tengah. Alih-alih memilih salah satu, mereka berupaya mengintegrasikan passion ke dalam pekerjaan yang memberikan stabilitas.
Berikut beberapa strategi yang bisa diterapkan:
1. Memulai dari Langkah Kecil
Passion tidak harus langsung menjadi sumber penghasilan utama. Mengembangkannya sebagai pekerjaan sampingan (side hustle) sambil mempertahankan pekerjaan tetap adalah langkah awal yang bijak.
2. Memilih Karier yang Fleksibel
Beberapa pekerjaan konvensional, seperti teknologi atau pemasaran digital, kini memberikan ruang untuk kreativitas. Ini memungkinkan Gen Z menyalurkan passion mereka tanpa harus meninggalkan karier utama.
3. Berinvestasi pada Diri Sendiri
Melalui pelatihan atau pendidikan lanjutan, mereka dapat menciptakan jalur karier yang sesuai dengan minat sekaligus menawarkan kestabilan.
Quarter-Life Crisis Bukan Akhir, Tapi Awal
Dilema antara passion dan pekerjaan adalah tantangan yang wajar di era modern. Gen Z harus memahami bahwa kehidupan adalah perjalanan, bukan perlombaan.
Menemukan keseimbangan antara apa yang disukai dan apa yang dibutuhkan adalah kunci untuk menjalani hidup yang bermakna.
Bagi Anda yang sedang berada di titik ini, ingatlah bahwa setiap langkah kecil menuju tujuan adalah bagian dari proses. Passion dan stabilitas bisa berjalan beriringan jika Anda terus belajar, beradaptasi, dan berkembang. (fit/in)