IN, Makassar – Pemerintah Kota Makassar mulai bergerak melindungi para pekerja rentan dari ancaman risiko kerja.
Melalui rapat koordinasi yang digelar bersama Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) dan BPJS Ketenagakerjaan, Rabu, 30 April 2025, kebijakan perlindungan sosial itu mulai dirumuskan untuk dijalankan di bawah program prioritas pasangan Wali Kota-Wakil Wali Kota, Munafri Arifuddin dan Aliyah Mustika Ilham, yang dikenal dengan akronim Mulia.
Baca Juga: Krisis Air di Pesisir Makassar: Subuh Baru Mengalir, Siang Mati Total
Langkah awal yang ditempuh adalah menjalin koordinasi antar instansi untuk menyusun skema pelindungan jaminan sosial bagi kelompok pekerja yang tergolong miskin ekstrem dan tidak memiliki jaminan formal.
“Ini merupakan instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2021. Hampir seluruh daerah melakukan hal serupa,” ujar Kepala Bidang Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Disnaker Makassar, Syamsir, saat ditemui di sela rakor.
Dalam penjelasannya, Syamsir menekankan bahwa skema perlindungan ini mencakup dua aspek penting: jaminan kecelakaan kerja dan jaminan kematian.
Ia menegaskan bahwa ini bukan bagian dari program jaminan hari tua seperti yang kerap disalahpahami oleh sebagian masyarakat.
“Jangan sampai para lurah dan pihak yang menyosialisasikan ini salah kaprah. Ini bukan pensiun, ini soal perlindungan dasar bagi mereka yang bekerja di sektor informal atau tanpa jaminan kerja tetap,” katanya.
Anggaran Fantastis, Cakup Separuh Pekerja Rentan
Langkah konkret Pemkot Makassar untuk menjamin perlindungan pekerja rentan ini ditopang dengan alokasi anggaran yang tak sedikit.
DPRD Kota Makassar melalui Komisi D menyetujui penganggaran sekitar Rp7 miliar dari APBD 2025 untuk membiayai iuran BPJS Ketenagakerjaan bagi kelompok ini.
“Anggaran ini diproyeksikan bisa meng-cover sekitar 50 persen dari total pekerja rentan di Makassar,” kata Ari, anggota Komisi D dari Fraksi NasDem.
Ia menjelaskan bahwa pendataan kelompok rentan tersebut dilakukan oleh Dinas Tenaga Kerja dan akan disesuaikan dengan kuota yang bisa dibiayai.
“Kami sudah rapat bersama Disnaker, dan ini bagian dari tanggung jawab sosial pemerintah terhadap masyarakat miskin yang bekerja tanpa perlindungan,” katanya.
Menurut Ari, skema pembiayaan akan dilakukan dengan sistem pembayaran langsung dari Pemkot ke BPJS Ketenagakerjaan.
Hal ini dinilai dapat mempermudah proses evaluasi anggaran karena tagihan BPJS akan menjadi indikator langsung seberapa besar dana yang terserap.
“Transparansi akan lebih mudah diawasi karena kita bisa pantau dari tagihan dan jumlah penerima manfaat yang aktif setiap tahun,” tambahnya.
Tantangan Sosialisasi dan Validasi Data
Meski program ini menjanjikan perlindungan bagi kelompok miskin ekstrem, sejumlah tantangan masih menghadang. Salah satunya adalah validasi data penerima manfaat yang rawan tumpang tindih dan potensi salah sasaran.
Pemerintah daerah berharap dukungan dari tingkat kelurahan dan RT/RW untuk memastikan data penerima benar-benar akurat dan sesuai kriteria.
“Kami tidak ingin ada pekerja rentan yang seharusnya dilindungi malah tidak terdata,” kata Plh. Sekretaris Daerah Kota Makassar Nielma Palamba saat membuka rakor.
Rakor ini juga menjadi bagian dari upaya memperkuat sinergi antara pemerintah, BPJS Ketenagakerjaan sebagai penyedia jaminan sosial, dan masyarakat sebagai penerima manfaat.
Dengan basis koordinasi dan pengawasan yang kuat, program ini diharapkan bisa berjalan efektif dan memberi rasa aman bagi para pekerja yang selama ini hidup dalam ketidakpastian. (mg1/IN)