Buka kunci konten ini
Di tengah kota Makassar, ribuan warga di pesisir masih bergantung pada jerigen dan gerobak air. PDAM dinilai lamban menangani krisis yang terjadi setiap musim kemarau.
INSPIRASI NUSANTARA – Di ujung utara pesisir Kota Makassar, tepatnya di Barukang, Kecamatan Ujung Tanah, suara kereta gerobak pengangkut air menjadi irama keseharian warga.
Di sana, air bukan sekadar kebutuhan, tapi perjuangan harian. Musim kemarau selalu membawa ketakutan yang sama: krisis air bersih.
Hasbiah M, 48 tahun, warga Jalan Barukang Utara, sudah seumur hidup tinggal di wilayah ini. Ia menyaksikan sendiri bagaimana aliran air dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) makin hari makin tak menentu.
“Kalau sekarang-sekarang, jam tiga subuh baru mengalir itu air. Siang? Mati total,” keluh Hasbiah saat ditemui di rumahnya.
“Kalau musim kemarau, tidak ada sama sekali.”
Warga Barukang mengandalkan air dari tetangga di Barukang 6 yang masih mendapatkan aliran lancar. Hasbiah sendiri biasa membeli air 20 liter seharga seribu rupiah per jerigen.
Setiap hari, ia menghabiskan hingga lima belas ribu rupiah hanya untuk keperluan memasak. Untuk mandi dan mencuci, ia terpaksa menggunakan air sumur bor yang keruh dan berbau.
“Kami cuma bisa bilas pakai air PDAM kalau selesai mandi. Tapi sumur bor di sini kadang-kadang asin juga,” tambahnya.
Tallo: Meteran Dicabut, Air Tak Pernah Mengalir
Sementara di Kelurahan Tallo, Kecamatan Tallo, kondisinya lebih parah. Tak ada aliran PDAM sama sekali. Warga hanya mengandalkan sumur bor dan pembelian air gerobak. Harga satu gerobak mencapai Rp3.000, cukup untuk kebutuhan satu hari.
“Dulu pernah ada air ledeng, sempat lancar awalnya. Tapi entah kenapa, lama-lama tidak jalan sama sekali. Kami sudah mengeluh berkali-kali ke PDAM, tapi tidak pernah ditindaklanjuti. Akhirnya dicabut semua meteran warga,” ujar seorang warga Tallo yang enggan disebutkan nanamanya.
Baca juga: Kisruh Tambang Pasir di Karossa: Warga Terbelah, Satu Orang Terluka Parah
Warga bahkan mengaku tidak pernah menunggak pembayaran, namun tetap tak mendapat pasokan air.
“Kita bayar beban, tapi airnya tidak jalan. Jadi sekalian dicabutmi deh,” tambahnya, getir.
Janji Politik Tak Pernah Sampai ke Keran
Saat masa kampanye, kata warga, janji-janji soal air bersih selalu disuarakan. Tapi hingga kini, hanya suara gerobak air yang konsisten datang setiap hari.
“Kalau kampanye, adaji pejabat datang, bilang mau hadirkan air. Tapi habis pemilu, hilang semua,” kata warga lain.
PDAM Makassar baru saja mengangkat direktur utama baru, namun harapan warga masih menggantung. Mereka hanya ingin satu hal: air mengalir di keran rumah mereka.
“Kami di sini cuma butuh air bersih,” kata Hasbiah.

Di tengah keluhan warga atas buruknya pasokan air bersih, Pemerintah Kota Makassar melalui Dinas Pekerjaan Umum (PU) sebenarnya telah membangun infrastruktur Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) di Kecamatan Tallo.
Namun pembangunan itu rupanya tidak menjangkau wilayah yang paling terdampak.
“Pembangunan SPAM itu memang ada, tapi justru tidak menyentuh tiga kelurahan yang krisis: Tallo, Buloa, dan Kaluku Bodoa,” kata Slamet Riadi, Kepala Departemen Penelitian dan Keterlibatan Masyarakat WALHI Sulawesi Selatan.
Slamet menilai proyek tersebut tak menjawab urgensi wilayah paling rentan. Warga di ketiga kelurahan itu sudah bertahun-tahun menghadapi krisis air, terlebih ketika kemarau datang.
Menurut WALHI, tanpa perencanaan berbasis kebutuhan riil warga, proyek infrastruktur seperti ini hanya akan menjadi monumen kosong.
Antisipasi PDAM di Tengah Ancaman Kekeringan
Di sisi lain, Perumda Air Minum (PDAM) Kota Makassar pun bergerak. Puncak musim kemarau mulai menunjukkan dampaknya: debit air di Bendungan Lekopancing, sumber utama air baku Makassar, menurun drastis. Aliran air ke pelanggan rumah tangga pun terganggu.
Sebagai respons, PDAM menurunkan tiga unit pompa suplesi ke Sungai Moncongloe—dua pompa masing-masing berkapasitas 600 liter per detik dan satu pompa 300 liter per detik.
Pompa-pompa itu dipasang di kawasan Nipa-nipa, Moncongloe, Kabupaten Maros.
Intake Permanen Manggala: Solusi Jangka Panjang atau Tambal Sulam?
Tak hanya menurunkan pompa sementara, PDAM Makassar juga mulai membangun Intake Permanen Manggala di wilayah Moncongloe, Maros.
Groundbreaking dilakukan pada Sabtu, 27 Juli 2024, dengan peletakan batu pertama oleh Wali Kota Makassar, Moh. Ramdhan “Danny” Pomanto.
Intake ini diharapkan menjadi solusi jangka panjang atas krisis air baku yang kerap mengancam pelanggan di musim kemarau. Proyek ini menjadi bagian dari strategi jangka menengah PDAM untuk menambah pasokan dari sumber-sumber air alternatif di luar Bendungan Lekopancing.
“Dengan intake permanen di Manggala, kita berharap kekurangan air baku bisa ditekan, dan pelanggan tidak lagi kekurangan air bersih,” kata Asdar Ali, Direktur Teknik PDAM Makassar seperti dikutip dari detik.com.
Bagi mereka, penjelasan teknis tak sepenting tindakan nyata. Mereka sudah terlalu lama hidup dengan jerigen dan galon.
Di kota yang dikelilingi laut ini, air bersih justru menjadi barang mewah. (tim peliput/IN)