Ragam  

Sama-sama Belanja Karena Stres, Ini Beda Doom Spending dengan Retail Therapy

ILUSTRASI. (Foto: IST)

INSPIRASI NUSANTARA–Doom spending dan retail therapy adalah dua bentuk perilaku belanja yang muncul sebagai respons terhadap emosi negatif. Namun, ada perbedaan penting antara keduanya.

Simak penjelasannya berikut ini.

1. Definisi

Doom Spending adalah perilaku belanja yang didorong oleh perasaan kecemasan, ketidakpastian, atau ketakutan akan masa depan (seperti yang dipicu oleh krisis ekonomi, pandemi, atau ketidakstabilan global). Doom spending sering kali bersifat impulsif dan tidak terkendali, dilakukan sebagai cara untuk mengalihkan perhatian dari masalah besar yang sulit dihadapi. Ada kecenderungan bahwa belanja ini lebih ekstrem dan bisa menyebabkan masalah finansial jangka panjang.

Retail Therapy adalah perilaku belanja yang dilakukan untuk mengatasi stres atau suasana hati yang buruk. Berbelanja dianggap sebagai cara untuk memperbaiki suasana hati dengan memberi diri sendiri hadiah kecil atau melakukan sesuatu yang menyenangkan. Meski impulsif, retail therapy biasanya lebih terkendali dan ditujukan untuk “memperbaiki suasana” secara sementara, bukan sebagai respons terhadap ketakutan mendalam tentang masa depan.

2. Sumber Motivasi

Doom Spending diidominasi oleh kecemasan atau rasa takut akan masa depan yang tidak pasti. Perilaku ini muncul dari situasi ketidakpastian yang lebih besar dan terus-menerus, seperti krisis global atau perasaan putus asa.

Retail Therapy diipicu oleh suasana hati yang buruk, kejadian yang membuat stres, atau masalah sehari-hari. Fokusnya adalah meredakan perasaan negatif jangka pendek seperti rasa bosan, sedih, atau frustrasi.

3. Dampak Keuangan

Doom Spending cenderung lebih berisiko secara finansial karena dilakukan secara lebih ekstrem dan tidak terkendali. Bisa menyebabkan pengeluaran yang berlebihan, utang, dan masalah keuangan jangka panjang.

Retail Therapy biasanya melibatkan pembelian yang lebih terkendali, seperti membeli barang kecil atau sesuatu yang diinginkan, sehingga dampak keuangannya cenderung lebih minimal, meskipun bisa menjadi masalah jika terlalu sering dilakukan.

4. Durasi dan Intensitas

Doom Spending sering kali berlangsung lebih lama dan bisa berulang dalam jangka waktu yang panjang, terutama saat seseorang merasa terjebak dalam ketidakpastian atau krisis. Pengeluaran ini sering kali tidak direncanakan dan tidak didasarkan pada kebutuhan nyata.

Retail Therapy lebih bersifat sementara dan dilakukan sebagai respons singkat terhadap emosi negatif. Intensitas belanja biasanya lebih rendah dibanding doom spending, dengan pembelian yang lebih terukur.

5. Tujuan

Doom Spending dilakukan sebagai pelarian atau distraksi dari perasaan takut, kecemasan, atau perasaan tertekan. Pelaku sering merasa seolah-olah mencoba “mengambil kendali” atas situasi yang tidak dapat mereka kendalikan, meskipun belanja tidak menyelesaikan masalah utamanya.

Retail Therapy diitujukan untuk memperbaiki suasana hati atau merasa lebih baik untuk sementara. Biasanya dilakukan untuk memberikan kepuasan langsung setelah mengalami hari yang buruk atau menghadapi tantangan emosional.

Jadi, Doom spending cenderung lebih destruktif dan berisiko secara finansial karena dipicu oleh ketakutan yang mendalam akan ketidakpastian, sementara retail therapy lebih terkait dengan perasaan sesaat dan biasanya tidak terlalu merusak secara finansial jika dilakukan dengan bijak. (*/IN)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *